Dengan 2 Pemimpin Desa Ini Menjadi Makmur, Kok Bisa?

Pulau Bali seolah tak pernah berhenti menawarkan pesonanya. Kini selain berkunjung ke Kuta, atau menikmati indahnya alam di Ubud, kamu juga bisa berkunjung ke Desa Kutuh, di Kabupaten Badung, Bali. Desa Kutuh tidak kalah cantik dibandingkan wilayah-wilayah lain di Bali.

Desa Kutuh merupakan desa yang tergolong masih baru, yaitu terbentuk pada 2002. Dulunya, Desa Kutuh dicap sebagai desa miskin. Namun siapa sangka, desa yang dulunya miskin itu, kini berhasil meraup pendapatan Rp 50 miliar dan laba bersih Rp 14,5 miliar per tahun dari bisnis pariwisata.

Bahkan beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga sempat berkunjung untuk mengapresiasi Desa Kutuh karena berhasil mengelola dana desa secara tepat sasaran.

Desa Kutuh juga pernah menyabet gelar juara I nasional dalam lomba desa kategori regional II (Jawa dan Bali) yang diselenggarakan Kementerian Dalam Negeri pada 2017. Kini Desa Kutuh ditetapkan menjadi desa percontohan bagi desa lainnya di Indonesia.

Kepala Desa Adat Kutuh, I Made Wena, mengatakan keberhasilan pembangunan di desa itu tidak terlepas dari peran pemimpinnya. Uniknya, desa ini menggunakan sistem dualitas kepemimpinan.

“Di Kutuh ini ada dua pemimpin. Ada pemimpin adat disebut pendese. Selanjutnya ada kepala desa, disebut perbekel. Keduanya diberikan kepercayaan untuk memimpin desa dalam urusan berbeda, yang satu untuk masyarakat adat dan satunya untuk bagian administrasi,” ungkap I Made Wena di Balai Desa Adat Kutuh, Badung Selatan, Bali.

Kepala desa adat atau pendese atau disebut juga bende desa, dapat diartikan sebagai pengikat atau pengatur irama desa. Selanjutnya, pendese bertanggung jawab langsung kepada masyarakat adat di desanya.Sedangkan kepala desa atau perbekel bertugas sebagai pelaksana tugas administratif atau pemerintahan. Perbekel bertanggung jawab langsung kepada struktur pemerintahan di atasnya yaitu camat.

Meskipun ada dua kepala di Desa Kutuh, I Made Wena mengatakan justru hal itulah yang menjadi kunci masyarakat bisa berjalan berirama dan pembangunan pun bisa dipercepat.

“Inilah yang kami bangun dalam konsep dualitas kepemimpinan desa. Baru tercetus di Kutuh. Kami membangun konsep dualitas yaitu kepemimpinan adat dan dinas. Konsep yang sekarang jadi tren dan terapkan juga di pemerintahan Bali,” ujarnya.

I Made Wena menjelaskan dalam pengembangan pariwisata Bali, keberadaan Desa Dinas dan Desa Adat merupakan dua komponen kekuatan yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Bila dipisahkan maka akan mengakibatkan adanya dualisme kepemimpinan.

Di sisi lain, Desa Adat merupakan desa yang sangat potensial dalam menunjang pariwisata di Bali karena memiliki berbagai aset pariwisata.

“Apalagi corak kepariwisataan di Bali adalah pariwisata budaya,” ujarnya. Lebih lanjut, masyarakat adat memiliki posisi kuat dalam hidup bermasyarakat di Bali. Seluruh aset, termasuk tanah, sarana pendidikan, hingga pemerintahan merupakan aset atas nama masyarakat adat Desa Kutuh.

Total penduduk Desa Kutuh sebanyak 4.170 jiwa dan diklasifikasikan menjadi krama ngarep (penduduk asli desa adat), krama tamiu (warga pendatang yang menetap), dan tamiu (tamu atau pendatang).

Dengan potensi tersebut, akhirnya Desa Kutuh membentuk BUMDA atau Bhaga Utsaha Manunggal Desa Adat. BUMDA ini mengelola 8 Unit Usaha dan 2 Unit Layanan, antara lain: Unit Usaha Lembaga Perkreditkan Desa Adat, Unit Usaha DTW Pantai Pandawa, Unit Usaha DTW Gunung Payung Cultural Park, Unit Usaha Pengelolaan Barang dan Jasa, Unit Usaha Piranti Yadnya, Unit Usaha Atraksi Wisata Paragliding, Unit Usaha Atraksi Seni dan Budaya dan Unit Usaha Jasa Transportasi Pandawa Mandiri.

Selain yang telah disebutkan di atas, masih ada pula Unit Layanan Kesehatan dan Keamanan Wilayah dan Unit Layanan Wisata Edukasi.

Untuk Unit Usaha Atraksi Wisata Timbis Paragliding misalnya, I Made Wena mengatakan sport tourism ini baru dikembangkan sejak 2015. Bahkan saat itu bisa dibilang destinasi ini dibangun tanpa modal.

“Ini usaha tanpa modal. Yang punya parasut adalah warga, dia juga sudah pengalaman puluhan tahun menerbangkan paralayang. Pada 2015 kami rangkul. Parasut dia punya ketrampilan juga punya,” ujarnya.

Alhasil kini, wisatawan yang berkunjung ke Desa Kutuh, Bali bisa menikmati atraksi paragliding dengan pemandangan yang menakjubkan. Selain itu Desa Kutuh juga punya atraksi lain seperti Pantai Pandawa, Wisata Gunung Payung Cultural Park dengan hutan keranya, hingga tari kecak.

(artikel ini telah tayang di kumparan.com dengan judul “Mengenal Kutuh, Desa di Pulau Bali yang Punya Dua Pemimpin”)

About admin

Check Also

Pererat Silahturahmi, PPDI Dan AKD Magetan Adakan Halal Bi Halal

MAGETAN – Memanfaatkan suasana Hari Raya Idul Fitri, PPDI (Persatuan Perangkat Desa Indonesia) dan AKD …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *