Rektor Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Dwia Aries Tina Pulubuhu mengatakan, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) layak mendapatkan gelar Profesor Kehormatan karena dikenal sebagai pakar keilmuan.
“Para mahasiswa akan mendapatkan sumber ilmu bervariasi dari seorang pakar keilmuan yang kaya prestasi, pandai berorasi, dan menguasai best practices atau praktik terbaik,” kata Dwia, seperti yang dilansir dari laman Kompas.com, Kamis (17/3/2022).
Pernyataan tersebut disampaikan Dwia saat berpidato dalam acara pengukuhan SYL sebagai profesor kehormatan dalam Bidang Hukum Tata Negara dan Kepemerintahan pada Fakultas Hukum Unhas, Makassar, Kamis. Pada kesempatan itu, ia mengungkapkan bahwa kiprah SYL di pemerintahan tidak main-main.
Seperti diketahui, mantan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) tersebut mengawali karier sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemerinta Provinsi (Pemprov) Sulses pada 1980. Hal itulah yang membuat Dwia menilai bahwa perjalanan politik SYL berbeda dibandingkan tokoh-tokoh nasional lainnya. Menurutnya, hasil pemikiran SYL adalah persilangan akademik dengan pengalaman secara birokrat.
“Karier beliau dimulai dari bawah, mulai dari kepala desa (kades), camat, bupati hingga menjadi gubernur dan menteri. Tidak banyak tokoh Indonesia seperti beliau. Ini akan menjadi khazanah ilmu yang konkret,” ucapnya.
Hasil pemikiran itu, lanjut Dwia, dibuktikan SYL saat berorasi ilmiah dengan judul “Hibridisasi Hukum Tata Negara Positivistik dengan Kearifan Lokal dalam mengurangi Kompleksitas Kepemerintahan”.
Dalam orasi ilmiah tersebut, kata dia, SYL berhasil membuktikan bahwa dirinya adalah tokoh nasional yang sangat dekat dengan masyarakat.
“Sekali lagi kami melihat bagaimana beliau (SYL) bisa mengawinkan ilmu dari pengalaman di lapangan dengan masyarakat. Perpaduan antara hukum positif dengan nilai-nilai pemerintahan yang berasal dari kearifan lokal tentu sangat mencerahkan,” jelas Dwia.
Padukan hukum tata negara dengan kearifan lokal Sebagai penyampai orasi, SYL mengatakan, idenya dalam hibridisasi hukum tata negara positivistik dengan kearifan lokal sudah lahir sejak masih menjabat kades.
“Bagi saya yang akrab dengan kearifan lokal dari berbagai pesan nenek moyang, melihat kepemerintahan berbasis pada hukum tata negara dan aturan administrasi yang rigid atau keras justru perlu dikawinkan dengan kearifan lokal,” jelasnya.
Penggabungan hukum tata negara dan kearifan lokal, sebut SYL, bertujuan membangun spirit partisipatif yang dapat mendorong peran aktif masyarakat. Oleh karena itu, SYL mengingatkan agar sistem hukum Indonesia mempertimbangkan basis budaya dan aspek sosiologis dalam teorisasi hukum.
Hal ini ia sampaikan berdasarkan pengalaman pribadi saat berinteraksi dengan budaya lokal Bugis-Makassar.
“Langkah dan komitmen yang harus digagas dan ditegaskan adalah bangsa Indonesia harus berani menentukan hal paling baik bagi bangsanya. Ini termasuk dalam membangun teori hukum yang memiliki karakteristik ke-Indonesiaan,” ucapnya.
Pada kesempatan itu, SYL mengungkapkan, penggabungan hukum tata negara dan administrasi pemerintahan dengan kearifan lokal juga diterapkan dalam menjalankan amanah sebagai Mentan saat ini.
“Kami mendorong petani milenial dan transformasi digital dalam praktek pertanian. Sebab, kami sadar bahwa saat ini telah terbentuk generasi baru petani atau new peasant generation yang mengandalkan teknologi digital dan didorong oleh spirit entrepreneurship,” jelasnya.
SYL berharap, para petani milenial saling bahu-membahu dengan petani generasi tua dalam memajukan dan memodernisasikan pertanian Indonesia.
Artikel ini telah tayang di money.kompas.com dengan judul “Mentan SYL Raih Gelar Profesor Kehormatan Unhas, Berikut Penjelasan Rektor”.