SEMARANG – Sebanyak 7.809 kepala desa di Jawa Tengah diberi edukasi tentang pencegahan korupsi oleh KPK RI. Hal itu dilakukan sebagai upaya pencegahan rasuah, mengingat berdasarkan catatan KPK RI, sebanyak 686 kades se-Indonesia terjerembab dalam kasus korupsi dana desa.
Agenda bertajuk Bimtek Desa Antikorupsi dipusatkan di Aula Kantor Inspektorat Provinsi Jateng, dihadiri Wagub Jateng Taj Yasin Maimoen dan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Digelar secara hybrid, acara tersebut itu diikuti 7.809 kepala desa/perangkat secara online, dan perwakilan kades dari 29 desa, yang nantinya didapuk sebagai Desa Antikorupsi.
Dilansir dari jatengprov.go.id, Wakil Ketua KPK RI Nurul Ghufron mengatakan, edukasi Desa Antikorupsi merupakan tindak lanjut dari permintaan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Ia menyebut, Ganjar sangat concern terhadap pemberantasan korupsi.
Ditambahkan, berdasarkan data KPK RI dari tahun 2012-2021 kasus korupsi dana desa di Indonesia mencapai 601 kasus. Dari jumlah itu, 686 kades telah terseret.
“Pak Gubernur minta agar di setiap desa ada piloting (Desa Antikorupsi), tahun lalu ada satu (Desa Banyubiru-Kabupaten Semarang),” jelas Nurul.
Ia mengatakan, Desa Antikorupsi mengacu pada dua hal. Pertama komitmen pemdes melayani rakyat dan tata kelola pemerintahan yang partisipatif, akuntabel dan transparan.
Direktur Pembinaan Peran Serta KPK Kumbul Kuswidjanto Sudjadi, menambahkan, di Jateng, sebanyak 29 desa didapuk sebagai desa calon percontohan antikorupsi. Setelah menerima bimbingan teknis, mereka akan diukur dan dinilai oleh KPK apakah layak menerima titel sebagai desa antikorupsi.
Dikatakan, desa-desa calon percontohan dipilih dari total 7.809 desa di Jawa Tengah. Yakni, Desa Pandansari (Brebes), Rembul (Kabupaten Tegal), Bojongnangka (Pemalang), Paningaran (Kabupaten Pekalongan), Kemiri Barat (Batang), Sidorejo (Blora), Tegalsambi (Jepara), Jepang (Kudus), Banyuurip (Rembang), Kutoharjo (Pati), Banyuurip (Boyolali), Sendang (Wonogiri).
Selain itu, Desa Ngunut (Karanganyar), Tangkil (Sragen), Jeblog (Klaten), Cemani (Sukoharjo), Sudagaran (Banyumas), Sijenggung (Banjarnegara), Karangbawang (Purbalingga), Maos Lor (Cilacap), Karanggedang (Purworejo), Logede (Kebumen), Tanurejo (Temanggung), Semayu (Wonosobo), Karangrejo (Magelang), Sraten (Kabupaten Semarang), Ngampel Wetan (Kendal), Jatilor (Grobogan), dan Sumberejo (Demak).
Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen mengatakan, potensi korupsi yang dilakukan oknum kades atau perangkat desa, mungkin terjadi bila tidak ada integritas. Hal itu karena, pemerintah pusat menganggarkan dana desa dengan jumlah yang fantastis.
Selain dana desa, imbuhnya, adapula bantuan provinsi yang ditujukan untuk pengembangan desa, mulai dari ketahanan, sarana prasarana, hingga peningkatan sumberdaya manusia (SDM). Catatannya, sejak 2017 Dana Desa untuk Jawa Tengah selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2015, Dana Desa untuk Jateng sebesar Rp2,2 triliun, 2016 Rp5 triliun, 2017 Rp6 triliun, 2018 Rp6,7 trliun, 2019 Rp7,8 triliun, sedangkan untuk 2020-2022 jumlahnya tetap Rp8,1 triliun.
“Saya berharap, panjenengan semua, karena ini sudah di era keterbukaan, maka kita juga ikut antisipasi terhadap permasalahan antikorupsi di pemerintahan kita masing-masing,” tuturnya.
Gus Yasin, sapaan wagub, menyinggung kasus dugaan korupsi yang sempat menyasar seorang Kades di Kabupaten Blora. Kades tersebut diduga menyelewengkan Dana Desa 2019-2021, hingga menyebabkan kerugian Rp648 juta. Menurutnya, modus yang digunakan oknum kades masih konvensional. Mereka, melakukan mark up, program fiktif, pemotongan anggaran dan pembelian barang tak sesuai spesifikasi.
“Ada catatan di Kabupaten Blora penangkapan terhadap oknum Kades. Nah, kemarin dengan program satu OPD satu desa binaan kita (pemprov) ke sana memberikan edukasi dan memberikan digitalisasi. Saya harap, perangkat desa jangan (menurut) apa kata kades, tapi perangkat juga untuk pengawasan bersama,” urainya.
Selain perangkat, masyarakat juga diharap ikut mengawasi. Pemerintah desa juga diminta terbuka dengan mengumumkan bantuan atau proyek yang sedang dikelola desa.
Sementara, Kades Sendang, Kabupaten Wonogiri Sukamto Priyowijoyo, menyambut baik adanya Bimtek Desa Antikorupsi. Menurutnya, jauh sebelum adanya acara itu, wilayahnya sudah menerapkan keterbukaan kepada masyarakat.
Desa yang pada 2021 didapuk sebagai juara satu Keterbukaan Informasi Publik Nasional, membanjiri website desanya http://sendang-wonogiri.desa.id/, dengan berbagai informasi. Mulai dari peraturan desa, sampai potensi produk UMKM.
“Tidak hanya lewat spanduk, kita memberikan informasi lewat digital. Bisa lewat WA grup, baliho dan website desa, terkait segala bentuk kegiatan kami ada di situ,” ungkap Sukamto.