BOJONEGORO – Pemicu penundaan pencairan alokasi dana desa (ADD) bersumber yang terjadi hampir setiap tahun, dipicu dari Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 32 Tahun 2015.
Karena dalam regulasi itu mengatur tentang pedoman pengelolaan ADD, bagi hasil pajak daerah (BHPD), dan bagi hasil retribusi daerah (BHRD) tentang target kinerja pemungutan pajak bumi bangunan (PBB) sebagai syarat pencairan ADD.
Dilansir dari jawapos.com, pemerintah desa (pemdes) mendesak revisi perbup itu, karena dinilai pemungut pajak bukan tugas pemdes.
Kepala Desa (Kades) Campurejo Edi Sampurno menyayangkan atas kebijakan dari perbup tersebut. Desanya merupakan satu dari tujuh desa Kecamatan Bojonegoro Kota yang ADD tahap duanya belum cair.
Sehingga, bersama perangka desa (perades) belum terima gaji selama lima bulan. Sebab, gaji bersumber dari ADD.
Edi menyampaikan, bahwa di dalam Perbup 32/2015 tidak disebutkan persentase realisasi pelunasan PBB, hanya disebutkan target kinerja sesuai ketentuan. “Di dalam perbup tidak dinyatakan nilai atau ketentuan angka. Pemungutan PBB itu bukan tugas kami. Kami hanya membantu. Masak dibantu nagih, yang bantu malah dihukum. Nalarnya di mana?,” ujarnya.
Ketua Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Sujoko pun menilai Perbup 32/2015 perlu direvisi. “Mohon perbupnya direvisi, agar tidak jadi masalah setiap tahunnya. Karena pemerintah desa (pemdes) selama ini sudah maksimal membantu pemungutan PBB,” tuturnya.
Ia berharap ada kebijakan dari bupati berupa dispensasi bagi desa-desa yang belum menerima ADD tahap dua.
“Kades maupun para perades ini kan punya anak-istri, kasihan kalau belum gajian. Intinya, kami memohon kebijakan bupati selaku yang punya otoritas,” terangnya.
Ketua Bidang Advokasi Hukum dan HAM Asosiasi Kepala Desa (AKD) Bojonegoro Anam Warsito menilai pelunasan PBB 100 persen sebagai syarat pencairan ADD itu tidak adil.
“Seharusnya stimulus agar realisasi PBB tiap tahun tidak bersifat represif. Namun berbasis reward, jadi bagi desa yang mampu lunas 100 persen sebelum jatuh tempo pada akhir Agustus diberi hadiah agar semangat,” ucapnya.
Selain itu, tak sedikit desa yang harus patungan agar pelunasan PBB 100 persen, padahal wajib pajak (WP) belum bayar. Berharap evaluasi terkait syarat PBB lunas 100 persen. “Perlu adanya identifikasi, penyebab belum lunas 100 persen itu memang nyangkut di WP atau di perangkat desa. Agar adil,” katanya.
Terpisah, Kepala Bagian (Kabag) Hukum Muslim Wahyudi mengatakan, bahwa hingga saat ini belum ada usulan revisi Perbup 32/2015. “Sampai sekarang belum ada usulan revisi perbup yang masuk. Biasanya yang mengajukan usulan revisi itu OPD yang membidangi,” katanya terpisah.