Sragen – Pengurus Paguyuban Perangkat Desa (Praja) Kabupaten Sragen menggelar 103 tumpeng untuk tasyakuran atas dilantiknya sekretaris daerah (sekda) Sragen yang baru. Mereka berharap Sekda Hargiyanto lebih akomodatif dan komunikatif terkait kebijakan yang berhubungan dengan perangkat desa. Seperti pengelolaan aset bengkok desa.
Dilansir dari jawapos.com, tasyakuran yang dihadiri ratusan perangkat desa ini digelar di Gedung IPHI Nglorog, Kecamatan Sragen, Sabtu (12/11). Ketua Praja Sragen Sumanto menyampaikan, kegiatan ini merupakan tasyakuran atas pergantian sekda Sragen. Pihaknya berharap sekda yang baru bisa melayani dan mengayomi perangkat desa begitu.
”Harapan ke sekda baru ini bisa mengayomi. Seperti kalau akan ada perubahan kebijakan mbok ya kita diajak, dilibatkan. Sehingga ngerti dan nggak ada gejolak di belakang hari,” beber Sumanto.
Dia menegaskan, saat ini yang dinilai krusial yakni regulasi dalam peraturan bupati (perbup) tentang aset desa. Dalam perbup tersebut secara substansi ada hal-hal untuk tanah bengkok perangkat desa diatur. Tapi tanah yang diberikan pada RT, BPD tidak diatur.
”Secara garis besar perbup ini harus direvisi, karena banyak hal yang harus diperbaharui,” terangnya.
Sumanto menekankan perangkat desa berkepentingan bahwa bengkok itu melekat pada perangkat desa sesuai undang undang desa.
”Sejak zaman nenek moyang melekat, jadi nyuwun sewu sebelum ada undang-undang ini peraturan pemerintah sudah berlaku dan perangkat desa nyaman. Tapi ujuk-ujuk ada pertentangan dengan perbup tentang kedudukan perangkat desa,” bebernya.
Dia mengenang saat itu pernah meminta audensi pada DPRD Sragen terkait perangat desa. Dari DPRD audiensi tersebut yang diundang praja dan pemerintah daerah. Tapi dari pemda nggak datang. Lantas pihaknya mengaku belum ada komunikasi dengan sekda baru perihal Perbup yang berkaitan dengan perangkat desa.
”Setelah pertemuan ini ada rekomendasi, kita akan buat surat dan akan memberikan pada bupati untuk minta revisi terkait perbup,” terangnya.
Pihaknya juga menyoroti soal dinas pemberdayaan masyarakat desa (PMD) yang tidak membuka ruang pada perangkat desa. Dinas terkait tersebut berdalih sudah berkordinasi dan menerima masukan dari forum komunikasi kepala desa (FKKD). Namun sayangnya mereka mengabaikan perangkat desa.
”Kami nggak pernah diajak oleh PMD. Harapan kami yang penting perangkat nyaman dan maksimal dalam bekerja. Perangkat desa memang dapat gaji sitik, tapi yang lain jangan diutik. Harapan seperti kayak di Kabupaten Demak, bengkok melekat di jabatan,” tegasnya.