Bojonegoro – Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, menyatakan sikap menolak terhadap kebijakan pemerintah kabupaten (pemkab) setempat yang mengkaitkan pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dengan pencairan Alokasi Dana Desa (ADD) Tahap II 2023.
“Jadi karena ini urusan perut, menyangkut hak-hak semua perangkat desa, tentu kami mendorong kepada pembuat kebijakan agar segera mencairkan ADD Tahap II. Kami juga menolak dan sangat tidak sependapat jika urusan pelunasan PBB menjadikan Pemdes dikenai sanksi berupa ADD tidak dicairkan,” kata Ketua PPDI Kabupaten Bojonegoro, Parno Suwanto, seperti yang dilansir dari SuaraBanyuurip.com, Rabu (16/08/2023).
Pria yang menjabat sebagai Kepala Dusun (Kasun) Suruhan, Desa Butoh, Kecamatan Ngasem ini menjelaskan, bahwa dalam pernyataan sikap resminya, PPDI Kabupaten Bojonegoro berupaya menjalankan empat langkah.
Langkah pertama, PPDI Kabupaten Bojonegoro akan segera berkoordinasi dengan Asosiasi Kepala Desa (AKD) dan Forum Sekretaris Desa (Forsekdesi) untuk menyatukan persepsi yang sama dalam menolak kebijakan pelunasan PBB yang dikaitkan pencairan ADD tahap II.
Kemudian, pihaknya akan melakukan audiensi dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) dan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Bojonegoro untuk menyatakan keberatan atas kebijakan tersebut, serta memberikan usulan kebijakan yang lebih tepat dan berkeadilan bagi Pemdes.
Setelah berdialog dengan Dinas PMD dan Bapenda, PPDI Kabupaten Bojonegoro berencana untuk melakukan audiensi dengan Bupati guna mencari keputusan yang pasti terkait kebijakan yang dianggap sebagai bentuk sanksi terhadap Pemdes.
“Kami juga akan mengusulkan perubahan terhadap Peraturan Bupati Nomor 15 yang diharapkan lebih mendukung kesejahteraan Pemdes,” ujarnya.
Lalu aksi damai sebagai langkah terakhir. Meskipun PPDI Kabupaten Bojonegoro tetap menjunjung tinggi nilai-nilai keamanan dan ketertiban. Namun, jika upaya-upaya sebelumnya mengalami jalan buntu dan tidak menunjukkan perubahan yang diharapkan.
“Tentu kami bersedia melakukan aksi damai sebagai langkah terakhir untuk memperjuangkan hak dan kepentingan Pemdes,” tegasnya.
Parno menambahkan, ditinjau dari jatuh tempo, wajib pajak harus membayar pajak terhutang sampai dengan tanggal 31 Agustus 2023. Seharusnya wajib pajak yang harus melunasi hutang pajaknya. Bukan malah pihak desa yang justru dikenai sanksinya.
“Apalagi besok itu hari ulang tahun kemerdekaan. Seharusnya kami merasakan pula kemerdekaan yang sesungguhnya,” lanjutnya.
Terpisah, Kepala Desa (Kades) Campurejo, Kecamatan Bojonegoro, Edi Sampurno mengaku, bahwa proposal pencairan ADD tahap II Tahun Anggaran (TA) 2023 yang dia ajukan dikembalikan oleh DPMD melalui Camat Bojonegoro.
Kades dua periode ini mengungkapkan, dalam surat dari Camat yang dia terima, pengajuan pencairan ADD belum dapat diproses oleh Dinas PMD dengan alasan belum terdapat bukti telah melakukan pemungutan dan penyetoran PBB-P2.
“Itu namanya kebijakan zalim. Tidak sepatutnya ADD tahap II 2023 dijadikan sebagai posisi tawar pelunasan 100 persen Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Karena tidak ada satupun aturan yang mengikat hal itu,” tandasnya.
Sementara, Kepala Dinas PMD Kabupaten Bojonegoro, Machmuddin, tidak memberikan tanggapan saat dikonfirmasi perihal tersebut hingga berita ini ditayangkan.