Berau – Sudah lima hari Franly Aprilamo Oley mengurung diri di salah satu kamar yang berada di rumahnya yang berada di Desa Merabu, salah satu perkampungan yang ada di Kecamatan Kelay, Berau, Kalimantan Timur.
Franly harus menjalani isolasi mandiri setelah hasil Swab PCR yang dia lakukan Senin (12/7) kemarin menyatakan positif Covid-19. Tak ingin menulari anak dan istri, Franly berinisiatif melakukan isolasi mandiri.
Anak dan istrinya dia ungsikan ke kampung sebelah, persis sama dengan yang dilakukan 46 warga lain yang juga dinyatakan positif Covid-19 dan mesti menjalani isolasi mandiri.
“Saya dinyatakan positif itu Senin kemarin. Rasanya kaget campur aduk. Begitu juga warga lain di sini. Langsung semua melakukan isolasi,” kata Franly mengawali pembicaraannya dengan CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Jumat (16/7).
Suara burung, percikan air sungai di dekat kediamannya, serta lagu-lagu lawas dari radio tua yang disimpan di pojok ruangan jadi saksi beberapa kali napasnya mengap-mengap akibat kondisi yang sempat naik turun setelah virus masuk ke badannya.
“Ya sesekali sempat engap. Ngos-ngosan. Capek sih rasanya,” kata Franly.
Belum cukup terpapar Covid-19, Franly juga harus menerima kenyataan Kepala Desanya, Agustinus Karna, meninggal Jumat (16/7) pukul 03.00 waktu setempat.
Karna yang telah menerima perawatan di Rumah Sakit karena kondisinya yang terus menurun akhirnya menyerah. Kepala Desa itu meninggal setelah berperang dengan virus yang ada di tubuhnya.
“Kaget, campur aduk, rasanya sedih. Kepala Desa kami sudah tidak ada gara-gara Covid-19 ini,” kata dia.
Franly menjelaskan, saat ini di desa Merabu total ada 47 orang termasuk dirinya yang tengah menjalani isolasi mandiri. Hanya mereka yang ada di kampung.
Warga yang tak terpapar Covid-19 diungsikan ke pondok-pondok ladang di dekat kampung sebelah. Hal ini dilakukan atas kesepakatan bersama, sebab tak ada jalan lain untuk menghentikan penyebaran selain memindahkan warga yang sehat dari desa yang terpapar.
“Warga di sini ada 300-an orang, 48 kena Covid-19 termasuk saya dan Pak Kades yang meninggal. Sisanya diungsikan. Biar tidak tertular lagi,” kata Franly.
Tak bisa beraktivitas, kampungnya pun sudah lumpuh sejak dua pekan terakhir. Warga yang biasa berjualan atau bercocok tanam di ladang tak lagi bisa melakukan aktivitas mereka.
Akibatnya, warga banyak yang tak tercukupi kebutuhannya. Franly yang juga merupakan sekretaris desa di kampung tersebut sangat mengetahui kondisi ini.
Memang kata dia, Satgas Covid-19 kecamatan sempat memberi bantuan berupa 20 paket logistik ke warga. Namun semuanya sudah habis dibagikan.
“Kami mungkin butuh asupan makanan yang sehat seperti sayuran dan buah-buahan melihat susahnya warga untuk keluar belanja, karena sebagian yang punya warung juga terpapar. Kami sebagai pemerintah kampung juga sebagian terpapar, jadi sangat lumpuh,” jelasnya.
Tak hanya logistik yang kurang, akses fasilitas kesehatan di Merabu juga sangat minim. Tak ada rumah sakit yang jaraknya hanya 20 kilometer. Rumah sakit terdekat justru berjarak 173 kilomter dari desa.
“Jadi kalau ada yang sudah sangat parah itu memang susah dibawa. Jaraknya jauh dan jalanan juga cukup sulit,” kata dia.
Batal Vaksin karena Stok Habis
Dia pun bercerita awal mula Covid-19 masuk ke kampungnya. Diduga, virus ini bisa masuk setelah terbawa warga yang sempat berkunjung ke Kutai Timur. Sebab setelah itu banyak warga yang sakit dengan gejala persis Covid-19.
“Dan benar saja, inisiatif dites Covid-19. Beberapa sudah positif,” kata dia.
Bahkan yang terpapar tak hanya warga, satgas dan petugas kesehatan puskesmas pun banyak yang terpapar Covid-19. Beruntungnya kata dia, warga Merabu tergolong mudah diberi tahu.
“Mereka percaya Covid-19, mau diobati. Bersedia isolasi. Ada untungnya juga memang,” kata dia.
Franly sempat berpikir warganya bisa saja tak sebanyak ini yang terpapar Covid-19 hingga Kepala Desanya harus meninggal jika vaksin dosis kedua tak batal diberikan.
Mestinya pada 30 Juni kemarin, sebanyak 20 warga yang sudah menerima vaksin dosis pertama pada 3 Juni lalu diberi dosis kedua. Hanya saja hal itu batal dilakukan dengan alasan stok vaksin di kabupaten habis.
“Jadwal vaksin ke dua tertunda. Jatah Kabupaten katanya habis,” jelasnya.
Hingga saat ini, Franly belum menerima kejelasan kapan vaksinasi kedua ini bisa digelar. Apalagi sebenarnya masih banyak warganya yang juga belum diberi vaksin dosis pertama.
“Belum ada. Sampai sekarang belum ada kejelasan,” kata dia.
CNNIndonesia.com telah menghubungi Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor, terkait kondisi di Desa Merabu dan desa-desa serupa lainnya serta vaksinasi yang tertunda. Namun pesan singkat dan telpon tak dijawab oleh Isran.
berita ini telah tayang di cnnindonesia.com