BONDOWOSO – Tunggakan BPJS Kesehatan perangkat desa di Bondowoso terjadi karena kelalaian perencanaan pihak legislatif dan eksekutif. Selain itu, perubahan mekanisme pembayaran jaminan kesehatan bagi perangkat desa tahun ini juga jadi kendala.
Hal itu diakui oleh Ketua Komisi IV DPRD Bondowoso, Ady Kriesna, usai rapat dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) dan BPJS Kesehatan Bondowoso.
“Ini sebuah kelalaian kami dari sisi perencanaan dan penganggaran,” katanya, Senin (21/6/2021) kemarin.
Dilansir dari surabaya.tribunnews.com, Ia menjelaskan, tahun ini, ada perubahan aturan dalam pembayaran premi BPJS Kesehatan perangkat desa. Mulanya, lima persen iuran BPJS Kesehatan perangkat desa dibayar pemerintah desa melalui Alokasi Dana Desa (ADD).
Kini, aturannya berubah menjadi satu persen ditanggung pemerintah desa dan 4 persennya DPMD. Tak hanya itu, ada peralihan mekanisme di pemda dari Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA) ke SIPD.
“Ada perubahan mekanisme sehingga perlu menyesuaikan atau beradaptasi secara cepat. SIPD memakan energi luar biasa. Bukan hanya ini (BPJS Kesehatan perangkat desa) hal-hal lain banyak terbengkalai,” ungkapnya.
Ia berharap tak ada perubahan aturan lagi. Sehingga tak menyulitkan pemda memberikan jaminan kesehatan bagi perangkat desa sejak awal tahun.
“Ini jadi pelajaran bagi kami agar tak kembali terulang ditahun berikutnya,” terangnya.
Ady meyatakan berkomitmen untuk menuntuskan persoalan ini. Pembicaraan antara dewan, DPMD, dan BPJS Kesehatan juga telah dilakukan untuk mencari solusi.
“Kami legislatif dan eksekutif bersama mencari solusi agar perangkat desa tak dirugikan, tentu mengacu pada aturan yang ada,” urainya.
“Termasuk mencari solusi terbaik bagi perangkat yang terlanjur keluar uang pribadi untuk bayar pengobatan bisa diganti pemda,” tambah Ady.
Kepala DPMD Bondowoso, Haeriyah Yuliati menyebut, tunggakan jaminan kesehatan untuk perangkat desa yang ada di 190 desa. Sebab, dari total 209 desa yang ada, 19 di antaranya telah melakukan penggantian pembayaran.
Sebelumnya, DPMD telah menyampaikan kepada desa bahwa akan ada keterlambatan pembayaran. Sehingga, diimbau iurannya dibayar oleh pemerintah desa dahulu.
“Memang itu sekadar solusi, dalam artian juga imbauan. Bisa jadi ada desa yang melaksanakan, ada yang tidak melaksanakan,” paparnya.
Haeriyah melanjutkan, terkait adanya perangkat desa yang sakit namun kartunya tak bisa digunakan. Pihaknya tengah mencari solusi agar nanti pembiayaan yang dikeluarkan dari kantong pribadi diganti oleh pemerintah.
“Total alokasi untuk iuran kesehatan sekitar Rp 3 miliar 91 juta sekian. Sedangkan tunggakan terhadap BPJS kesehatan untuk premi perangkat desa mencapai Rp 900 juta. Ini merupakan tunggakan sejak Januari hingga Juni 2021,” urai Haeriyah.
Sementara, Kepala BPJS Kesehatan Bondowoso, Edy Agus Riyanto menerangkan, ketika tak bisa melakukan pembayaran maka secara otomatis kartu tidak aktif. Bahkan, berlaku jika terlambat membayar satu bulan saja
“Ketika dia tak melakukan pembayaran, secara otomatis tidak aktif kartu tak bisa digunakan,” pungkasnya.