Pontianak – Penerapan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Ketebukaan Informasi Publik khususnya di tingkat Pemerintah Desa saat ini masih belum terlaksana dengan baik. Pasalnya, dari catatan Komisi Informasi (KI) Kalimantan Barat, cukup banyak perangkat desa yang berurusan dengan hukum, karena ketidaktahuan mereka terhadap keterbukaan informasi publik.
Dilansir dari rri.co.id, KI Kalbar Rospita Vici Paulin mengatakan bahwa perangkat desa saat ini sudah seharusnya membuka diri dan memberikan informasi seluas-luasnya kepada publik, diantaranya menempatkan baliho informasi dan lainnya.
“Mulai sekarang perangkat desa harus membuka informasi kepada publik, seperti kewajiban memasang baliho, penganggaran, kita mengedukasi. Kita bersyukur, pemerintah kabupaten kota mensuport keterbukaan informasi publik, dan biasanya mengundang perangkat desa melakukan sosialisasi,” ujarnya, Rabu (06/04/2022).
Rospita Vici Paulin yang kini lolos sebagai Anggota Komisi Informasi Pusat menambahkan, tahap awal pihaknya akan mensosialisasikan kepada perangkat desa sekaligus mengembangkan inovasi membuat Grup Whatsapp yang menampung anggota baik di tingkat provinsi maupun badan publik kabupaten kota di Kalbar termasuk pemerintah desa.
“Ketika kami mengedukasi, atau ada badan publik yang bertanya, semua yang ada di dalam grup dari badan publik kabupaten kota itu mendapatkan informasi yang sama. Itu bagian dari kemudahan-kemudahan yang kita berikan, dengan teknologi yang mudah,” paparnya.
Paulin menuturkan, sejauh ini dengan tren laporan kasus mengenai keterbukan informasi public mengalami penurunan, sehingga badan publik yang ada di Kalbar jau lebih terbuka. Hanya, saja di sektor tata Kelola hutan dan lahan yang masih terkendala, terutama dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Seperti tumpang tindih lahan pertanahan, sertifikatnya bertimpa atau nggak, HGU juga. Karena BPN selalu mengatakan itu informasi dikecualikan, atau rahasia. Padahal, aturan Keterbukaan Informasi ini, suatu informasi boleh di kecualikan kalau ada undang-undang lain yang melindunginya,” tegasnya.
Walapun aturan presiden sekalipun lanjut Paulin, tidak boleh dinyatakan dikecualikan. Menurutnya, harus ada uji konsekwensi untuk membuktikan, apakah lebih banyak mudharat atau segi manfaatnya.
“Persoalannya, BPN itu berdasarkan Perka BPN yang menyatakan informasi itu ‘dikecualikan’, sehingga kami harus terus bersidang untuk hal yang sama, ada pemohon, kita sidang lagi. Ketika, KI memutuskan bahwa itu informasi terbuka, BPN baru memberikan. Nah kenapa tidak dari awal saja,” pungkasnya.