Jakarta – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengungkap ada empat derajat korupsi di desa. Pertama, korupsi sistemik yang bermula dari kebijakan level pemerintah daerah hingga ke desa seperti kasus penangkapan kepala desa dan Bupati Probolinggo, Jawa Timur.
Selanjutnya, korupsi yang dilakukan kepala desa bersama-sama dengan perangkat desa termasuk anggota keluarganya dengan motif memperkaya diri dan kelompoknya.
Dilansir dari detik.com, adapun derajat korupsi ketiga yang lebih rendah menurutnya adalah pungutan liar (pungli) terhadap warga desa. Mulai dari pungli layanan administrasi, jual beli lahan, hingga bahan galian yang mestinya tercatat sebagai PADes
“Pada derajat yang paling rendah lebih berupa pseudo korupsi, karena kenyataannya berkisar pada kesalahan-kesalahan administrasi. Ini disebabkan kurangnya pengetahuan pengalaman dan keterampilan perihal administrasi keuangan,” jelas Abdul Halim dalam keterangan tertulis, Rabu (1/12/2021).
Untuk itu, ia berharap motif-motif korupsi tersebut dapat dicegah dengan program Desa Antikorupsi yang digagas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kemendes PDTT. Halim mengatakan pihaknya yakin pelaksanaan program Desa Antikorupsi bakal menekan potensi tindak pidana korupsi dalam pengelolaan dana desa.
Menurutnya, data desa berbasis SDGs Desa bakal menjadi kunci penyelenggaraan pembangunan desa yang transparan dan akuntabel. Hal ini ia sampaikan dalam peluncuran program Desa Antikorupsi di Desa Panggungharjo, Bantul, Yogyakarta.
“Desa mempunyai modal besar dalam menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dan akuntabel. Modal besar itu ada pada data berbasis SDGs Desa yang memastikan jika perencanaan pembangunan desa berbasiskan kebutuhan desa bukan keinginan perangkat desanya,” ujar Abdul Halim.
Pria yang akrab disapa Gus Halim ini menjelaskan, saat ini Kementerian Desa mengeluarkan Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 21 tahun 2020 yang mengatur proses perencanaan pembangunan desa. Adapun salah satu poinnya harus diawali dengan pendataan desa berbasis SDGs Desa.
“Aktivitas pendataan ini menghasilkan data kondisi desa, dan rencana aksi sebagai bahan diskusi liberatif dalam musyawarah desa,” katanya.
Ia menilai dengan adanya data berbasis SDGs Desa, perencanaan pembangunan yang dibahas pada Musyawarah Desa (Musdes) tidak lagi berdasarkan keinginan kelompok atau elit tertentu, melainkan berdasarkan data dan fakta sesuai kebutuhan warga desa setempat.
Lebih lanjut, Abdul Halim berharap Desa Antikorupsi akan terus menjamur dan mewabah secara masif ke desa-desa lainnya hingga mengalahkan serangan COVID-19 yang telah melanda bangsa Indonesia.
“Singkatnya, mewujudkan Desa Antikorupsi adalah mencapai tujuan-tujuan SDGs Desa, dan mencapai tujuan SDGs Desa salah satunya adalah menjadikan Desa Antikorupsi,” pungkasnya.
Sebagai informasi, kegiatan ini turut dihadiri oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Dirjen Bina Pemdes Kementerian Dalam Negeri, Yusharto Huntoyungo, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Astera Primanto Bhakti, dan Gubernur D.I Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono.