SUKOHARJO — Image dunia pertanian yang identik dengan lumpur, kotor, dan miskin coba dilunturkan oleh Anita Safitri, 26, seorang petani milenial di Kadilangu, Baki, Sukoharjo. Anita mengakui banyak anak muda yang memiliki stigma kurang baik terhadap petani.
Padahal menurut Anita, petani juga memiliki masa depan jika digeluti dengan serius. Bahkan, ungkap dia, petani milenial kini tak harus terjun ke sawah. Wanita cantik itu menjelaskan ada banyak kegiatan bisa dilakukan untuk mengoptimalkan usaha pertanian, salah satunya bidang pemasaran.
“Mindset anak muda itu kalau bertani harus turun [ke sawah], padahal kan tidak harus kotor-kotoran, ya kemarin sempat ikut [menanam padi] misal kalau libur. Turun [ke sawah], ikut menanam, ya hitung-hitung olahraga kalau pagi itu kan seger. Sekarang jual beras aja bisa lewat online,” katanya dilansir dari Solopos.com.
Anita yang juga Sekretaris Desa atau Carik di Kadilangu, Baki, itu mengatakan lahan yang dikelolanya merupakan tanah bengkok dengan luas tanah sekitar dua hektare. Lokasinya tepat di belakang Kantor Desa Kadilangu. Selain itu, dia juga memiliki lahan pribadi kurang lebih satu hektare tidak jauh dari tanah bengkok tersebut.
Anita mengatakan tergerak menjadi petani milenial karena diri sendiri. Kedua orang tuanya tidak ada yang menjadi petani. Saat ini dia mempekerjakan empat orang untuk menggarap sawah. “Saya tidak sering ikut terjun menanam, saya sebagai manajer jadi saya ikut memasarkan, memberi modal, dan mengatur modalnya akan diputar seperti apa,” jelasnya.
Saat ini komoditas yang dia tanam seluruhnya merupakan padi dengan jenis Inpari 32. Selama lima tahun bertani, dia mengatakan hasil yang didapat cukup menjanjikan. Bahkan dia menyebut menjadi petani tidak merugikan, justru setiap empat bulan sekali dia merasakan masa panen.
“Pesan untuk anak muda di luar sana apalagi yang masih muda dan orang tuanya punya modal. Ayo kita terjun di sawah, tidak usah malu, kalau kita sebagai petani milenial hasilnya juga bisa untuk healing kalau kata anak muda sekarang. Lagian kalau takut hitam dan takut kotor kan hasil dari panenan bisa buat mempercantik [diri],” katanya.
Sebelumnya diberitakan, seluruh kecamatan di Sukoharjo mendapatkan perhatian yang sama dalam upaya pencetakan petani milenial. Hal itu disampaikan Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Sukoharjo Bagas Windaryatno, dalam kegiatan Deklarasi Petani Milenial di Pendopo Graha Satya Praja, Gabusan, Jombor, Bendosari, Sukoharjo, Kamis (19/5/2022).
Ditanya mengenai lahan yang akan digarap petani milenial, menurutnya hal itu sudah disinggung dalam peraturan bupati terkait petani milenial. Ke depan dimungkinkan ada tanah aset desa bisa disewakan atau dimanfaatkan secara bersama-sama oleh petani di wilayah masing-masing.
“Nanti sosialisasinya dari perbub akan kita masifkan, apa, siapa, melakukan apa, ini akan lebih kami sampaikan. Intinya kami bangkitkan minat dulu. Mau di bidang apa, kendalanya apa, maka kita latih dan pertemukan dengan ahlinya,” jelasnya.
Dia menyebut jika petani milenial memiliki modal kecil-kecilan maka akan diawali dari itu. Tetapi untuk pengembangan lebih lanjut, pihaknya menyebut harus memastikan supaya secara teknis petani sudah menguasai.
Untuk saat ini, dengan program gerakan membangun petani milenial (Gerbang Tami), selama dua bulan sudah dilakukan pelatihan untuk 300 orang. Menurutnya, para penyuluh ditargetkan mencetak masing-masing 10 petani milenial sehingga akan ada 1.000 petani milenial dalam tahun ini.