JAKARTA – Dengan disahkannya perubahan dari UU No 6/2014 menjadi UU No 3/2024 tentang Desa, harapan besar muncul untuk mewujudkan desa-desa yang lebih maju, mandiri, dan sejahtera.
Wakil Ketua Komite I DPD RI, Filep Wamafma, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) mengenai pengawasan terhadap UU Desa No 3/2024 di Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta, pada Senin (24/6), menyatakan bahwa desa seharusnya menjadi pusat pembangunan, bukan hanya fokus pada area perkotaan.
“Desa harus dilihat sebagai kekuatan pembangunan, bukan hanya fokus pada daerah perkotaan,” ujar Wamafma.
Menurutnya, masalah yang dihadapi desa saat ini tidak bisa diselesaikan oleh satu kementerian saja karena melibatkan banyak kementerian dengan tugas dan fungsi yang saling berkaitan.
“Namun, hal ini juga menyebabkan adanya tumpang tindih kewenangan dalam menangani masalah desa,” tambah Wamafma.
Wakil Ketua DPD RI Periode 2017-2019, Ahmad Muqowam, juga menekankan pentingnya kepedulian terhadap daerah dan desa dalam rapat yang sama. Ia menegaskan bahwa DPD harus mampu menyampaikan kepada pemerintah bahwa implementasi UU yang telah direvisi ini masih menemui hambatan, meskipun telah mengalami perubahan.
“Masalah alokasi dana desa masih belum adil dan tidak sesuai dengan kondisi serta karakteristik masing-masing desa, karena masih dianggap seragam, padahal kebutuhan mereka berbeda,” jelas Muqowam.
Muqowam menambahkan bahwa Komite I harus mengawasi pelaksanaan UU Desa ini agar tetap sesuai dengan semangat awal pembentukannya. “Komite I DPD RI harus terus mengawasi pelaksanaan UU Desa ini dengan ketat,” katanya.
Senada dengan itu, anggota DPD RI dari Bangka Belitung, Darmansyah Husein, menekankan pentingnya menjadikan desa sebagai prioritas dalam pembangunan. “Desa harus menjadi subjek pembangunan, bukan hanya menjadi objeknya,” tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, anggota DPD RI dari Sulawesi Selatan, Ajiep Padindang, mengungkapkan bahwa perubahan UU Desa ini didorong oleh tuntutan dari bawah terkait masa jabatan kepala desa dan peningkatan dana desa.
“Perubahan ini seharusnya lebih diarahkan untuk memperkuat tatanan desa,” ujarnya.
Sementara itu, anggota DPD RI asal Bali, Gede Ngurah Ambara Putra, menekankan bahwa UU Desa harus mampu mempromosikan potensi-potensi desa sehingga desa bisa maju dan memberdayakan diri sendiri.
“Potensi masing-masing desa beragam, semuanya harus diberdayakan sesuai dengan karakteristiknya,” katanya.
Abdul Kholik, anggota DPD RI dari Jawa Tengah, menambahkan bahwa diperlukan rapat kerja dengan kementerian untuk mengkonsolidasikan hasil pengawasan terhadap UU Desa ini.
“Kita perlu merumuskan evaluasi ini bersama demi kebaikan desa,” ujarnya.
Ketua Komite I DPD RI, Fachrul Razi, menutup rapat dengan menyatakan bahwa UU Desa harus dirancang untuk menggabungkan pendekatan pembangunan top-down dan bottom-up dalam pembangunan desa di Indonesia.
“Komite I akan terus mengawasi implementasi UU Desa ini agar pelaksanaannya tetap sesuai dengan jalurnya,” pungkas Fachrul Razi.
Dengan komitmen ini, diharapkan UU No 3/2024 mampu menjadikan desa sebagai pusat pembangunan yang berkelanjutan, membawa kesejahteraan bagi seluruh penduduk desa di berbagai wilayah Indonesia.