JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Pengujian Materiil Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa), pada Rabu (15/2/2023). Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 15/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Eliadi Hulu, warga Desa Ononamolo Tumula, Kecamatan Alasa, Kabupaten Nias Utara.
Pasal 39 ayat (1) UU Desa menyatakan, “Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan.”
Pasal 39 ayat (2) UU Desa menyatakan, “Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.”
Dilansir dari mkri.id, sidang Panel dipimpin Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dengan didampingi Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat. Eliadi Hulu (Pemohon) dalam persidangan yang digelar secara luring mengatakan dengan berlakunya Pasal 39 ayat (1) UU Desa yang memberikan hak kepada kepala desa menjabat selama 6 tahun dalam satu periode telah menyebabkan kerugian konstitusional bagi pemohon.
“Apabila ke depannya Pemohon hendak mencalonkan diri sebagai kepala desa maka harus menunggu selama 6 tahun. Jika kepala desa yang terpilih di desa Pemohon dalam menjalankan pemerintahan desa selama 6 tahun ke depan ternyata tidak memiliki kemampuan leadership dan manajemen yang baik atau tidak berkompeten atau kapabel, sehingga berdampak pada terhambatnya perkembangan dan kemajuan desa atau bahkan menimbulkan kesengsaraan bagi masyarakat desa maka Pemohon harus menunggu selama 6 tahun ke depan untuk melakukan penggantian kepala desa,” kata Eliadi memaparkan pokok permohonan.
Masa Jabatan Kades Lima Tahun
Menurut Pemohon, apabila masa jabatan kepala desa dibatasi selama 5 tahun, maka desa Pemohon akan memiliki waktu lebih cepat untuk memilih kepala desa yang baru dengan kemampuan leadership dan manajemen yang baik sehingga berdampak pada peningkatan dan perkembangan kemajuan desa Pemohon. Karena dalam waktu satu tahun dapat dilakukan banyak perubahan ke arah yang lebih baik. Jika masa jabatan kepala desa dibatasi 5 tahun dengan berpedoman pada norma yang terdapat dalam konstitusi tepatnya pada Pasal 7 UUD 1945 tentang pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden yang merupakan referensi dari seluruh pembatasan masa jabatan eksekutif baik di tingkat pusat maupun daerah, maka akan menciptakan harmonisasi keadilan dalam ketatanegaraan Indonesia.
Wujud Demokrasi
Pemohon juga mengatakan, jika masa jabatan kepala desa tetap mengikuti pengaturan sebagaimana diatur dalam Pasal 39 UU Desa maka akan menimbulkan kemunduran demokrasi di tengah-tengah masyarakat desa. Perlu dipahami bersama bahwa bagi sebagian masyarakat yang hidup di desa, wajah dari demokrasi adalah pada saat dilaksanakannya pemilihan, masyarakat desa akan berbondong-bondong ikut pemilihan. Situasi ini akan merangsang masyarakat desa terus terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan desa karena adanya rasa memiliki yang dibangun melalu pemilihan kepala desa.
Namun jika pemilihan kepala desa dilakukan dalam kurun waktu yang cukup lama maka gairah masyarakat desa untuk ikut pesta demokrasi akan menurun. Apalagi jika kepala desa diberikan kesempatan untuk menjabat sebanyak 3 periode, maka akan muncul dalam benak masyarakat “ngapain ikut pemilihan kalau pemenangnya orang itu-itu saja”. Anggapan ini muncul bilamana petahana telah menjabat selama 2 (dua) periode dan mencalonkan untuk ketiga kalinya, ditambah jika perangkat-perangkat desa merupakan orang-orang yang loyal kepala desa maka kemungkinan besar akan muncul pemilihan yang tidak fair dan adil.
Pembatasan masa jabatan kepala desa wajib disesuaikan dengan pembatasan yang telah ditetapkan oleh UUD 1945 yaitu 5 tahun dengan periodisasi sebanyak 2 kali karena merupakan prinsip dasar yang harus dibatasi secara rasional. Hal ini bertujuan untuk menyesuaikan dengan masa jabatan presiden, gubernur, dan bupati/walikota agar terciptanya keadilan bagi seluruh pemegang kekuasaan dan jabatan politis yang diperoleh melalui proses pemilihan.
Masa jabatan 5 tahun dengan periodisasi sebanyak 2 (dua) kali juga merupakan preseden di tengah-tengah masyarakat karena yang mengikuti pola masa jabatan tersebut bukan hanya presiden, gubernur, dan bupati/walikota namun juga diikuti oleh perusahaan-perusahaan baik BUMN maupun swasta yang memberikan masa jabatan kepada direksi maupun komisaris untuk menjabat selama 5 tahun.
Menurut Eliadi, pembentuk UU tidak memberikan penjelasan terkait dengan alasan pengaturan masa jabatan kepala desa yang boleh menjabat selama 6 (enam) tahun dengan periodisasi sebanyak 3 (tiga) kali. Pembentuk UU tidak berangkat dari basis argumentasi yang kuat. Pengaturan masa jabatan tersebut secara tiba-tiba diatur sedemikian di dalam UU Desa. Oleh karena itu, menurutnya, sudah sepatutnya pengaturan mengenai masa jabatan dan periodisasi jabatan kepala desa merujuk kepada UUD 1945.
Bersambung ke halaman berikutnya