Jakarta – Ditjen) Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tengah menyusun instrumen monitoring dan evaluasi (monev) agar supradesa memiliki data yang terdokumentasi dengan valid.
Dirjen Bina Pemdes Kemendagri Eko Prasetyanto Purnomo Putro menyatakan penyusunan instrumen monev sangat penting, karena pemerintah dapat memahami gambaran atas dinamika yang terjadi saat pelatihan aparatur desa.
“Dari instrumen monev ini juga kita memiliki data yang terdokumentasi valid atas kebutuhan situasional pembelajaran dan fenomena di lapangan, sehingga bisa dijadikan acuan untuk pengambilan kebijakan peningkatan kapasitas aparatur desa yang tepat, efektif, dan efisien,” kata Eko dalam keterangan tertulisnya yang dikutip dari antaranews, Jumat (06/10).
Baca juga : JELANG 2024, KEMENDAGRI KOMITMEN GELAR PENINGKATAN KAPASITAS PERANGKAT DESA
Pelatihan aparatur desa merupakan bagian dari Program Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan Desa (P3PD). Program ini merupakan kerja sama antara Pemerintah RI dan Bank Dunia (World Bank).
Pada 2023 ini, pelatihan dilakukan di 33 provinsi dan 251 kabupaten/kota. Menurut rencana, aparatur desa yang akan dilatih 133.832 secara nasional, sedangkan jumlah desa yang dilatih mencapai 33.458 desa.
Dalam penyusunan instrumen ini, Eko meminta semua pihak yang terlibat dalam perumusan supaya memberikan perhatian dan menjawab sejumlah pertanyaan.
Pertanyaan tersebut antara lain terkait apakah instrumen tersebut sudah memuat substansi yang komprehensif, apakah sudah aplikatif, dan apakah dapat digunakan tepat waktu.
Ia menjelaskan secara substansi, instrumen yang disusun diharapkan mampu menjadi panduan yang kuat baik dari sisi teknis pelaksanaan pelatihan, pengorganisasian, kesiapan penyelenggara, serta penyusunan dokumen.
“Saya berharap instrumen monev ini dapat mengakomodir kebutuhan data yang proporsional secara komprehensif,” tuturnya.
Baca juga : KETIMPANGAN SILTAP PERANGKAT DESA JADI SOROTAN PPDI SULAWESI TENGAH
Sementara itu, secara aplikatif, instrumen yang disusun haruslah secara sederhana, dapat dipahami secara umum, dan saling berkesinambungan.
“Sehingga lebih mudah dipahami oleh personil yang akan melaksanakan tugas monev,” kata dia.
Adapun secara tepat waktu, menurut Eko, terkait target dan perencanaan waktu yang tepat. Dia mengimbau agar tak ada personel yang melakukan monev bukan pada target pelatihan yang dituju, dan waktunya tidak terencana dengan baik.
Ia pun berharap adanya rumusan atas tempo pelaksanaan monev untuk mengetahui apakah ada perubahan sikap dari aparatur desa sebelum dan pasca mengikuti pelatihan P3PD.
“Ini akan memudahkan kita untuk menganalisis dampak atas penyelenggaraan tata kelola pemerintahan desa target lokasi P3PD,” pungkas Eko.