Jakarta – Pembahasan Revisi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa oleh DPR dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang di utus Presiden telah masuk tahap akhir. Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi mengungkapkan, Revisi UU Desa ini tinggal menunggu pengesahan dalam rapat paripurna DPR.
“Ya tinggal disahkan di paripurna tapi menunggu penjadwalan dari bamus (Badan Musyawarah DPR). Kemarin baru pengambilan keputusan tingkat I,” kata Achmad.
Dalam pembahasan Revisi UU Desa sudah ada Titik terang, Namun ada beberapa poin yang tidak disetujui berdasarkan pembahasan rapat pleno penyusunan RUU Desa Juli 2023 lalu. Poin-poin tersebut meliputi alokasi dana desa, masa jabatan kepala desa, tunjangan purna tugas, dan insentif bagi RT dan RW.
Adapun penjelasan poin-poin yang tidak disetujui dalam dalam pembahasan Badan Legislatif (Baleg) DPR dengan Mentri utusan Presiden sebagai berikut:
1. Alokasi Dana Desa
Salah satu poin yang menimbulkan kontroversi adalah usulan untuk menambah alokasi dana desa sebesar 20% dari total dana transfer daerah.
Usulan ini ditolak oleh pemerintah dengan alasan anggaran negara yang terbatas dan potensi penyalahgunaan dana desa yang masih tinggi. Dalam revisi UU Desa, alokasi dana desa tetap sebesar 10% dari total dana transfer daerah, sama dengan ketentuan dalam UU Desa sebelumnya.
Namun, ada beberapa perubahan dalam pengaturannya, yaitu: Dana transfer daerah yang menjadi dasar perhitungan alokasi dana desa hanya meliputi Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH), tidak termasuk Dana Alokasi Khusus (DAK) seperti dalam UU Desa sebelumnya. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian dan kemudahan dalam perhitungan alokasi dana desa.
Selanjutnya, besaran 10% dari DAU yang menjadi sumber alokasi dana desa diprioritaskan untuk pembayaran penghasilan tetap yang diteruskan dari rekening Pemerintah Pusat kepada rekening Desa. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi aparatur desa, seperti kepala desa, perangkat desa, dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Kemudian Alokasi anggaran dari APBN untuk desa bersumber dari Belanja Pusat berupa dana desa dari dana transfer daerah dengan mengefektifkan program yang berbasis desa secara berkeadilan, dapat ditingkatkan sesuai dengan kemampuan keuangan negara.
2. Masa jabatan Kepala Desa.
Revisi UU Desa juga mengatur ulang masa jabatan kepala desa. Dalam UU Desa sebelumnya, masa jabatan kepala desa adalah enam tahun, dengan maksimal tiga periode.
Salah satu poin krusial yang disepakati dalam Pengambilan Keputusan Tingkat 1 Rapat Panitia Kerja (Panja) Baleg DPR RI bersama Mendagri yakni terkait masa jabatan Kepala Desa menjadi 8 (delapan) tahun dan dapat dipilih paling banyak untuk 2 (dua) kali masa jabatan.
Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 39 terkait masa jabatan Kepala Desa menjadi 8 (delapan) tahun dan dapat dipilih paling banyak untuk 2 (dua) kali masa jabatan.
3. Tunjangan purna tugas
Revisi UU Desa juga memberikan tunjangan purna tugas bagi kepala desa yang telah mengakhiri masa jabatannya. Tunjangan ini diberikan sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan atas jasa-jasa kepala desa. Besaran tunjangan ini ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
4. Insentif bagi RT dan RW.
Revisi UU Desa juga mengatur pemberian insentif bagi Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) sebagai mitra kerja pemerintah desa. Insentif ini diberikan sesuai dengan pertimbangan kemampuan keuangan daerah, dan menjadi bagian dari prioritas kebutuhan pembangunan yang tertera dalam Pasal 74. Dalam UU Desa sebelumnya, insentif ini hanya disisipkan dalam bagian penjelasan.