Jakarta – Jelang perayaan Kemerdekaan Republik Indonesia atau tepatnya sehari sebelum 17 Agustus, Presiden Republik Indonesia menyampaikan tiga jenis pidato dalam sidang Tahunan MPR. Tiga pidato itu adalah Pidato Kenegaraan, Pidato Nota Keuangan dan RAPBN, dan Pidato Sidang Tahunan.
Pidato Kenegaraan berisi tentang hari kemerdekaan, pidato nota keuangan dan RAPBN terkait RUU APBN untuk tahun mendatang, sedangkan pidato sidang adalah pidato yang berisi laporan dan capaian-capaian pemerintah selama satu tahun berjalan.
Sejarah pidato kenegaraan presiden untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia ini dimulai sejak era Orde Lama. Di era ini, presiden setiap 17 Agustus mempunyai kebiasaan untuk berpidato dalam suatu rapat umum yang mempunyai kualifikasi tertentu seperti Rapat Raksasa, Rapat Samodra dan lainnya. Tetapi sejak masa pemerintahan Soeharto (1967) berubah menjadi 16 Agustus. Dan kemudian diikuti dengan kebiasaan mengenai Nota Keuangan dan RAPBN yang dimulai sejak 1968.
Dulu, Indonesia mengenal Sidang Tahunan MPR yang sudah dilakukan sejak 1999, tetapi sejak MPR bukan lagi menjadi lembaga tertinggi sehingga tidak ada pertanggungjawaban kepada MPR, maka Sidang Tahunan MPR tidak ada lagi dilakukan sejak 2005 (setelah amandemen, ada pidato penutup Amien Rais mengenai ini pada 2004).
Dalam sejarah semenjak diadakan pidato kenegaraan, baru pada tahun 2019 Presiden menyebut profesi perangkat desa dalam isi dari pidato kenegaraan, lebih tepatnya dalam Pidato Nota Keuangan dan RAPBN.
“ Pada tahun 2020, selain dukungan pendanaan kelurahan, Pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk penghasilan tetap perangkat desa, agar kinerja dan kualitas pelayanan penyelenggaraan Pemerintahan Desa meningkat,” yang disampaikan Presiden Jokowi menyampaikan pidato kenegaraan di depan sidang bersama Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Jumat (16/8/2019).
Yang disampaikan oleh Presiden Jokowi saat itu tentunya menindalanjuti dari terbitnya PP No 11 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Dalam Peraturan Pemerintah tersebut seperti kita ketahui bersama mengatur tentang pemberian penghasilan tetap setara PNS golongan II A bagi perangkat desa, disebutkan juga bahwa perangkat desa juga berhak atas tunjangan kesehatan serta tunjangan sosial melalui BPJS Kesehatan serta BPJS Ketenagakerjaan.
Kini setelah 4 tahun semenjak Pidato tersebut, seiring juga dengan desakan atas revisi UU No 06 tahun 2014 tentang desa, akankah Presiden Jokowi akan kembali menyinggung tentang perangkat desa dalam Pidato kenegaraan pada tengah pekan depan?.
Sekarang ini desakan akan kejelasan status kepegawaian dari perangkat desa menjadi isu utama yang diusung oleh organisasi stakeholder desa utamanya PPDI. Tentu menjadi menarik menyimak dan menantikan apakah dalam tahun terakhir masa jabatan Presiden Jokowi pada tahun 2024 akan memberikan kejutan bagi Perangkat Desa.
Pantas ditunggu mengingat Presiden Jokowi dalam sejarah awal menjadi Presiden sempat menjanjikan status PNS bagi perangkat desa, meski penyetaraan penghasilan tetap bagi perangkat desa telah diputuskan oleh Presiden, tentu perangkat desa juga berharap bahwa Presiden berkenan untuk “memberi kejelasan” nasib perangkat desa dalam pidato kenegaraan pada Rabu, 16 Agustus 2023 nantinya.