Jakarta – Sejumlah kalangan mendorong agar nasib revisi UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa dapat diperjelas dengan memasukannya dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas. Tanpa ada dalam daftar Prolegnas prioritas, nasib revisi UU 6/2014 tak ada kejelasan.
Desa sedianya menjadi ujung tombak kemajuan masyarakat di daerah. Oleh karenanya, peningkatan kesejahteraan masyarakat desa melalui revisi UU 6/2014 perlu dipertegas dengan tak hanya mengatur masa jabatan kepala desa semata.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) Abdul Halim Iskandar, mengatakan sejumlah pokok usulan dalam revisi UU 6/2014. Antara lain masa jabatan kepala desa yang sempat ramai terjadi aksi demonstrasi para aparatur perangkat desa ke Gedung DPR beberapa waktu lalu.
Menurutnya masa jabatan kepala desa agar ditegaskan urusan bidang pembangunan desa. Seperti perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Kemudian kepala desa diberi ruang kewenangan secara wajar untuk menilai kinerja perangkat desa dan melakukan evaluasi Rancangan Peraturan Desa (Raperdes) Anggaran Pendapatan Belanja (APB) Desa sesuai kondisi objektif desa.
“Revisi ini untuk keberpihakan pemerintah kepada desa, juga mampu menata agar desa menjadi mandiri sesuai arah pembangunan desa berkelanjutan,” ujarnya saat rapat kerja dengan Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Komplek Gedung Parlemen, Senin (13/11/2023).
Dia melanjutkan, poin revisi lainnya yang diusulkan terkait agar disusunnya platform pembangunan desa, dan pembangunan kawasan perdesaan. Serta sistem informasi desa dan kawasan perdesaan, agar dapat diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Pemerintah, kata Abdul Halim, menginginkan desa memiliki dan mencapai kemandirian.
“Kata kuncinya adalah pembangunan dan pemberdayaan,” imbuhnya.
Ketua Komite I DPD, Fachrul Razi menambahkan lembaga tempatnya bernaung mendorong agar revisi UU 6/2014 dapat segera diproses dan disahkan menjadi UU. Setidaknya Fachrul Razi mendorong agar adanya pengaturan peningkatan dana desa yang bersumber dari APBN. Dengan begitu, desa dapat menerima dana desa menjadi Rp5 miliar sampai dengan Rp10 miliar.
Sebab dana tersebut sebagai upaya memperkuat pembangunan dan perekonomian desa berbasis potensi desa dengan mendorong peningkatan alokasi dana desa yang bersumber dari APBN. Menurutnya melalui revisi UU 6/2014 sebagai upaya menjawab diinamika, aspirassi dan mampu menjawab berbagai persoalan.
“Khususnya isu-isu strategis terkait UU Desa,” imbuhnya
Senator asal Sulawesi Selatan Ajiep Padindang menambahkan, dengan adanya komitmen pemerintah melalui kementerian terkait penyelesaian penyusunan draf revisi UU 6/2014 agar selesai di tahun 2023. Selain itu, Ajiep menyoroti permasalahan dana desa dan mengusulkan untuk memisahkan antara dana transfer ke daerah dengan dana desa.
“Banyak terjadi tuntutan di daerah agar revisi ini UU Desa ini segera disahkan,” katanya.
Senator NTT Abraham Liyanto menyorot permasalahan lainnya. Menurutnya masalah Badan Usaha Milik Desa (BUMNDes) di daerahnya dibanding daerah lainnya yang lebih maju karena masalah sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur yang ada di sana. Seperti jaringan internet ataupun digitalisasi hingga listrik yang masih minim.
“Semoga diperhatikan oleh menteri desa,” pungkasnya.
artikel ini telah tayang di kumparan.com.