Lampura – Ketua PPDI (Persatuan Perangkat Desa Indonesia) Kabupaten Lampung Utara (Lampura) di hari jadi PPDI yang Ketiga ini berharap Kepala Desa terpilih di gelaran Pilkades serentak mendatang tidak lagi ‘asal pecat’ perangkat desa. Harapan tersebut di sampaikan Erwin Susandi, SH selaku ketua PPDI kabupaten Lampura. Senin, (01/11/2021).
Menurut Erwin, sebagai ketua PPDI yang notabene anggotanya adalah perangkat desa, ada kekhawatiran terutama menjelang dan pasca Pilkades ‘biasanya’ ada pergantian atau pemecatan perangkat desa, sebagaimana dilansir dari pelitaekspress.com.
“Sebentar lagi di Lampura ini khan akan di gelar Pilkades serentak, saya berharap kepala desa incumbent dan kades terpilih tidak asal pecat, karena pemberhentian dan pengangkatan perangkat desa ada payung hukum dan mekanisme, tidak boleh asal pecat atau di bongkar pasang tanpa dasar hukum yang jelas,” ujar Erwin yang baru saja menyelesaikan Sarjana Hukum di Universitas Muhamaddiyah Kotabumi itu.
Dia mengatakan, mengutip dan mensikapi tentang usulan dalam Perubahan UU Tentang Desa tahun 2014 yang menjadi poin penting tentang dasar hukum perangkat desa bahwa perangkat desa adalah unsur penyelenggara pemerintahan desa yang bertugas membantu kepala desa atau sebutan lain, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya pada penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat di desa.
“Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan perangkat desa berada pada kepala desa, namun pelaksanaan wewenang tersebut tentunya harus sesuai dengan mekanisme yang telah diatur. Tidak boleh asal pecat,” tegasnya lagi.
Pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa lanjut Erwin, harus tunduk pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 Tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Perangkat Desa sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2017.
“Undang- undang tersebut memastikan pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa dilakukan secara teruji dan terukur bukan atas perasaan suka dan tidak suka oknum kepala desa kepada orang tertentu atau perangkat desa yang sedang menjabat,” tambah Erwin.
Berdasarkan Permendagri tersebut ungkap Erwin lebih lanjut, diatur tata perihal pemberhentian perangkat desa. Berhentinya perangkat desa karena meninggal dunia, permintaan sendiri atau ‘diberhentikan’. Khusus untuk pemberhentian perangkat desa karena diberhentikan, yang selama ini menjadi ‘momok’ dan substansi pengaduan sebenarnya telah diatur dengan jelas pula tata caranya yakni dengan terlebih dahulu melakukan konsultasi kepada Camat dan memperoleh rekomendasi Camat secara tertulis dengan berdasar pada alasan pemberhentian sesuai syarat yang diatur dalam Pasal 5 ayat (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 Tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Perangkat Desa.
“Dengan menjalankan mekanisme tersebut secara taat dan patuh, seyogya pemberhentian perangkat desa tidak menjadi persoalan, momok atau substansi pengaduan. Melalui Permendagri tersebut harapannya penyakit nepotisme dalam pengisian jabatan pada perangkat desa sesungguhnya dapat dicegah atau setidaknya di minimalisir,” pungkas Erwin.