PROGRAM Dana Desa pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai berhasil membawa dampak positif besar terhadap kemajuan desa. Melalui program tersebut, pertumbuhan perekonomian desa semakin meningkat.
Ribuan kilometer jalan desa dan ratusan ribu proyek pembangunan fisik desa lainnya telah berhasil dibangun melalui program dana desa. Belum lagi banyak desa-desa yang semula tertinggal muncul menjadi desa terkaya melalui peningkatan kesejahteraan warga desa yang bersumber dari dana desa juga.
Dibalik keberhasilan program pembangunan desa di periode kedua dibawah kepimpinan Jokowi ini, masih saja ada berita menyedihkan dari perangkat desa. Sebagai pamong desa yang tidak bisa dipungkiri sebagai salah satu faktor suksesnya pelaksanaan dana desa, perangkat desa bisa dikatakan belum merasa nyaman dalam status kepegawaian –nya.
Berbagai permasalahan seputar profesi ini masih saja belum mendapatkan kepastian, mulai dari belum meratanya pelaksanaan pemberian penghasilan tetap sesuai PP No 11 tahun 2019, potensi pemecatan dari kepala desa, belum meratanya jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan.
Sebagai pelakasana tugas pemerintahan dilevel bawah, perangkat desa sering dikatakan sebagai “PNS abal-abal”, hal ini merujuk dengan penggunaan seragam harian yang “mirip” PNS akan tetapi dalam hal kesejahteraan tidak seperti abdi Negara lainnya.
Sejauh ini regulasi dari pusat untuk perangkat desa sebenarnya sudah mengatur sedemikian rupa yang mengakomodir keinginan perangkat desa, salah satu contoh adanya pengaturan tentang penghasilan tetap perangkat desa pada PP No 11 Tahun 2019.
Meski sudah diatur dalam PP yang menyebutkan bahwa perangkat desa mendapatkan penghasilan setara dengan PNS golongan II a masa kerja nol tahun, tapi masih saja banyak pemerintah daerah yang belum melaksanakan aturan tersebut dengan berbagai alasan.
Disisi masa jabatan perangkat desa-pun tidak jauh berbeda, meski dalam aturan sudah jelas disebutkan bahwa masa jabatan perangkat desa sampai dengan usia 60 tahun, tapi diberbagai wilayah pemberhentian perangkat desa yang tidak mengikuti aturan tetap terjadi.
Sebagian besar sebagai akibat dari proses pilkades, dimana ada janji-janji politik dari Kepala Desa terpilih untuk menjadikan orang-orang pendukungnya masuk dalam struktur pemerintahan desa.
Belum lagi adanya keinginan dari perangkat desa yang notabene dianggap sebagai pegawai pemerintah untuk dapat menikmati penghasilan sebagaimana abdi Negara lainnya. Seperti halnya tunjangan hari raya dan adanya gaji ke-13, menjadi salah satu yang kemudian menjadi tuntutan perangkat desa melalui organisasi desa diberbagai daerah.
Ada sedikit secercah harapan ditahun 2023, manakala Pemerintah menyetujui alokasi 3% dari dana desa sebagai dana operasional pemerintah desa. Tentu hal ini memberi sedikit ruang bagi aparatur pemerintah desa untuk dapat sedikitnya bernafas lega, tinggal bagaimana aturan penerapannya nanti apakah sesuai harapan atau tidak. Mengingat aturan pelaksanaan dari penggunaan dana desa itu sendiri sering berubah-ubah ditengah jalan.
Semoga dengan adanya tulisan ini dapat membuka mata hati pemerintah pusat, bahwa nasib perangkat desa belumlah sesukses sebagaimana laporan penggunaan dana desa itu sendiri.
Penulis Admin Redaksi Puskominfo PPDI