Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar persidangan Pengucapan Putusan pengujian materiil Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada Kamis (30/03), pukul 10.00 WIB. Perkara dengan nomor 15/PUU-XXI/2023 ini dimohonkan oleh Eliadi Hulu, seorang warga masyarakat Desa Ononamo Tumula.
Pemohon merasa bahwa pengaturan masa jabatan kepala desa sebagaimana diatur dalam Pasal 39 UU Desa menimbulkan kemunduran demokrasi di tengah-tengah masyarakat desa. Pemohon menilai bahwa jika pemilihan kepala desa dilakukan dalam kurun waktu yang cukup lama maka gairah masyarakat desa untuk ikut pesta demokrasi akan menurun apalagi jika kepala desa diberikan kesempatan untuk menjabat sebanyak 3 (tiga) periode, maka akan muncul dalam benak masyarakat
“ngapain ikut pemilihan kalau pemenangnya orang itu-itu saja,” ujarnya seperti dilansir dari mkri.id.
Anggapan ini muncul bilamana petahana telah menjabat selama 2 (dua) periode dan mencalonkan untuk ketiga kalinya, ditambah jika perangkatperangkat desa merupakan orang-orang loyal kepala desa maka kemungkinan besar akan muncul pemilihan yang tidak fair dan adil.
Menurut Pemohon, pembatasan masa jabatan kepala desa wajib disesuikan dengan pembatasan yang telah ditetapkan oleh UUD 1945 yaitu 5 (lima) tahun dengan periodesasi sebanyak 2 (dua) kali karena merupakan prinsip dasar yang harus dibatasi secara rasional. Hal ini bertujuan untuk menyesuaikan dengan masa jabatan presiden, gubernur, dan bupati/walikota agar terciptanya keadilan bagi seluruh pemegang kekuasaan dan jabatan politis yang diperoleh melalui proses pemilihan.
Dengan alasan-alasan tersebut, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah mengabulkan permohonan untuk menyatakan Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) UU Desa tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Kepala Desa memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan.”
Dalam sidang pertama, Selasa, (15/2) Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyarankan agar Pemohon lebih dapat menguraikan kerugian sehingga bias menjelaskan legal standing yang dimiliki dan kerugian konstitusional yang dirugikan tersebut bersifat spesifik dan khusus, aktual atau potensial.
Sedangkan Hakim konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan secara umum permohonan Pemohon telah memenuhi Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK). Hanya saja menurut Enny, perlu penajamanpenajaman agar lebih kuat dan komprehensif.