JAKARTA – Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 104 tahun 2021 tentang rincian APBN 2022 yang ditandatangani Presiden akhir November lalu.
Pada Pasal 5 ayat (4) disebutkan bahwa Dana Desa ditentukan penggunaannya untuk program perlindungan sosial berupa bantuan langsung tunai desa paling sedikit 40 persen dan dukungan pendanaan penanganan Covid-19 paling sedikit 8 persen.
Padahal Dana Desa mengalami penurunan menjadi Rp 68 Triliun pada tahun 2022 dari sebelumnya Rp 72 Triliun pada tahun 2021.
Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PKS Syahrul Aidi Ma’azat meminta, pemerintah untuk merevisi Peraturan ini, seperti dilansir dari tribunnews.com .
“Pemerintah mengubah sistem pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang bersumber dari Dana Desa, dari yang sebelumnya diberikan Rp 300.000 kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM), sekarang sistemnya dipatok 40% dari Dana Desa,” kata Syahrul dalam keterangan yang diterima, Minggu (12/12/2021).
“Ini dapat dilihat pada sesuai Pasal 5 ayat 4 poin a. Sistem ini membuat ketidakadilan. Akan dijumpai desa yang sedikit jumlah KPM, tetapi alokasinya sangat besar atau sebaliknya Desa yang KPM-nya banyak, tetapi karena terikat 40%, KPM tidak mendapat sebanyak tahun 2021 ini (Rp 300.000),” lanjutnya.
Syahrul mengingatkan kewenangan Desa dalam mengelola desanya jangan sampai dikebiri oleh pemerintah pusat.
“Pemerintah dapat melakukan pengawasan intensif atas penyaluran bantuan, bukan malah mengubah sistem untuk keefektifan dalam pemulihan ekonomi,” ujarnya.
“Di samping itu, tren penurunan angka Covid-19 dapat dijadilan tolak ukur sampai kapan bantuan ini dan modifikasi bantuan sosial kepada KPM agar menggerakkan mereka menjadi lebih produktif dan berkelanjutan. Sehingga juga dapat ditinjau kembali sistem pengaturan persentase 8% untuk penanganan Covid-19, padahal ada desa yang sudah hijau beberapa bulan terakhir dan sebaliknya ada desa yang masih berjuang warga desanya dalam Covid-19,” imbuhnya.
Syahrul menjelaskan, penurunan dana desa tahun 2022 yakni senilai Rp 68 triliun dari sebelumnya sampai Rp 72 triliun, harus benar-benar dialokasikan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.
“Membangun desa dengan padat karya, mengokohkan BUMDesa yang menjadi ujung tombak peningkatan kesejahteraan desa agar menjadi prioritas yang terus dimaksimalkan oleh pemerintah,” pungkasnya