Jakarta – Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Hamid Noor Yasin mendukung keputusan Badan Legislasi (Baleg) untuk membawa hasil pembahasan Panitia Kerja (Panja) Perubahan Kedua atas Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menjadi Rancangan Undang-Undang (RUU) Inisiatif DPR kepada Rapat Paripurna DPR RI.
Proses selanjutnya, imbuh Hamid, pembahasan RUU ini masih harus menunggu respons dari Pemerintah dalam bentuk Surat Presiden (Surpres) yang menyatakan persetujuan untuk membahasnya bersama DPR.
“Pembahasannya nanti adalah dalam bentuk DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) dari Pemerintah dan dari DPR. Diharapkan berbagai pihak dapat terlibat dalam diskusi tentang RUU Desa yang kemudian dimasukkan sebagai DIM dari DPR,” ujar Anggota Komisi V DPR RI ini seperti yang dilansir dari fraksi.pks.id.
Fraksi PKS, lanjut Hamid, bertekad untuk mengawal RUU Desa ini dengan banyak menyerap aspirasi dari para Kepala Desa (Kades), perangkat Desa, lembaga kemasyarakatan, tokoh masyarakat Desa, akademisi dan berbagai pemangku kepentingan Desa.
“Meskipun Abdul Halim Iskandar, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi V DPR 22 November 2022 menyampaikan bahwa tidak mungkin RUU Desa ini selesai dalam periode Pemerintah saat ini, FPKS tetap mendorong agar secepat-cepatnya tahun 2023 ini RUU Desa selesai dan disahkan sebagai legacy dari Pemerintahan Joko Widodo. Bukan hanya berupa Ibu Kota Nusantara (IKN) dan berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN),” ungkapnya.
Terdapat 19 poin perubahan dalam RUU ini, kata Hamid, bukan hanya sekedar tentang perpanjangan masa jabatan Kepala Desa menjadi 9 tahun. Hal-hal lainnya yang diatur dalam RUU Desa, antara lain Pasal 26 ayat (3) tentang penambahan hak Kepala Desa untuk menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan dan penerimaan lainnya yang sah, mendapat jaminan sosial di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan dan mendapatkan tunjangan purnatugas 1 (satu) kali di akhir masa jabatan.
“Saat ini para kepala desa dibebani oleh hampir keseluruhan kementerian utamanya, yaitu Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan dan Kementerian Desa PDTT. Jangan sampai kesejahteraan mereka sangat rendah selama masa jabatan mereka dan juga setelah selesainya padahal mereka mendapatkan amanah mengelola Dana Desa yang jumlahnya cukup besar, apalagi dalam RUU Desa nantinya alokasi anggaran Dana Desa akan ditingkatkan sebesar 20% dari dana transfer daerah. Dana Desa harus dikelola secara bertanggung jawab dan diawasi secara ketat pula,” pungkasnya.
Oleh karena itu, Hamid menegaskan, FPKS menyoroti anggaran Investigasi Khusus dan Pengawasan Penggunaan Dana Desa oleh Inspektorat Jenderal Kemendesa PDTT Rp 2,75 miliar pada tahun 2023 yang malah menurun menjadi Rp 1,35 miliar pada tahun 2024. Seharusnya anggaran ini juga semakin ditingkatkan.
“Dengan adanya revisi UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, terbuka berbagai kemungkinan untuk mengembangkan berbagai konsep dan strategi pembangunan desa. Indonesia dapat mengadaptasi pembangunan desa dari negara maju, misalkan konsep OVOP (One Village One Product) dari Jepang ataupun Saemaul Undong dari Korea,” jelasnya.
Oleh karena itu, imbuh Hamid, FPKS akan meminta masukan dari para ahli pembangunan desa dan juga melibatkan para pegiat pemberdayaan dan filantropi di perdesaan agar dengan revisi UU Desa ini, Indonesia semakin maju dengan Desa sebagai ujung tombaknya.