Talaud – Polres Kepulauan Talaud melakukan pengawalan giat audensi antara DPRD dengan Perangkat Desa yang tidak terakomodir maupun diberhentikan yang dinilai tidak sesuai regulasi atau peraturan perundang undangan yang berlaku.
Dilansir dari rri.co.id, audensi berlangsung di Gedung Paripurna DPRD Kabupaten Kepulauan Talaud,Jumat (10/9/2022) mulai pukul 09.25 s/d pkl 11.12 Wita dipimpin Ketua DPRD Jakop Mangole,SE dan 4 Orang Anggota Komisi I Dekab.
Sementara sebagai pimpinan yang juga Ketua Tim Kuasa Hukum dari Perangkat Desa yang tidak terakomodir adalah Ustadz Fahmi Oksan Awulle diikuti oleh 30 orang perwakilan Perangkat Desa dari 4 Kecamatan. Harapan dari Perangkat Desa yang diganti dan tidak terakomodir supaya DPRD Kabupaten Kepulauan Talaud dapat memfalisitasi ke Pemerintah Kabupaten Talaud untuk memperjuangkan Nasib mereka untuk dapat diaktifkan kembali sebagai Perangkat Desa
Empat kecamatan tersebut yakni Essang (Desa Kuma 5 orang, Desa Kuma Selatan 5 oran) ,Kecamatan Rainis (Desa Perangen 5 orang, Desa Bantane 5 orang ) ,Kecamatan Pulutan (Desa Daran 5 orang) dan Kecamatan Melonguane Timur (Desa Bowombaru 5 orang).
Saat membuka audiens, Ketua Dekab Jakop Mangole mengatakan, audensi dalam tata tertib DPRD adalah dimana DPRD menerima warga masyarakat untuk menyampaikan aspirasi, bukannya rapat pembahasan.
” Karena kalo DPRD mau menangani atau menyelesaikan sebuah permasalahan bukan forumnya audensi. Jadi ketika DPRD menerima aspirasi lewat surat atau langsung seperti ini selanjutnya DPRD akan mengambil langkah, dan biasanya mekanisme dalam fungsi pengawasan yang dilakukan dan dikerjakan biasanya lewat RDP atau RDPU. Ini saya jelaskan supaya orang paham seperti apa cara kerja di DPRD,” terang Ketua Dekab
Lanjut katanya, dari tiga fungsi DPRD yakni pembentukan perda ( legislasi) , anggaran (budgeting) dan pengawasan (controlling), untuk Pelaksanaan audensi hari merupakan fungsi pengawasan.
Ketika diberikan kesempatan, Ketua Delegasi Masyarakat Oksan Awulle, S.H mempertanyakan hasil rapat pada November 2021 lalu kenapa hingga kini belum ditindaklanjuti.
” Kami minta dengan serius. Artinya kami datang disini berbicara dan mempertanyakan apa yang sudah terjadi berdasarkan aturan dan undang – undang berkaitan dengan pemberhentian para perangkat desa. Jikalau hari ini kita semua tau itu ada pelanggaran yang dilakukan oleh bupati, maka kami meminta kepada DPRD untuk memperjuangkan rasa keadilan terhadap masyarakat,”ujar Awulle
Ditekankan Awulle, masyarakat jangan selalu dibodohi karena segala yang dilakukan oleh pemerintah diatur oleh undang undang. Selanjutnya mewakili perangkat desa Kuma di Kecamatan Essang Selatan yang menjadi korban pemberhentian dan seleksi, Koordinator LSM Laskar Perbatasan Ferry Tumbal menyatakan pelaksanaan rekrutmen pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa tidak sesuai peraturan dan undang – undang.
” Bahkan sudah ada desa – desa yang sudah melaksanakan hearing dengan DPRD dan telah keluar rekomendasi dari DPRD ke Bupati tetapi tidak diterima Bupati. Kami menuntut agar perangkat desa yang diberhentikan mohon dikembalikan karena tak sesuai undang undang,” ungkap Tumbal
Pada kesempatan tersebut Tumbal juga membacakan berbagai dasar regulasi terkait rekrutmen dan pemberhentian perangkat desa. Terpantau, secara berturut – turut delegasi perangkat desa dari kecamatan lainnya juga menyampaikan aspirasinya. Mereka juga meminta pemerintah daerah dihadirkan dalam audensi tersebut.
Audensi sempat berjalan alot ketika tejadi adu argumen dengan nada tinggi antara delegasi perangkat desa yang juga Ketua Tim Kuasa Hukum Oksan Awulle, SH dengan Ketua Dekab Jakop Mangole. Awulle juga sempat mengatakan akan menggelar demo di pemerintah pusat dan menduduki kantor bupati kepulauan Talaud jika polemik ini tak menemukan pemecahannya.
Menanggapi aspirasi yang disampaikan, Ketua Dekab Jakop Mangole menegaskan DPRD sudah bergerak sebelum adanya laporan masyarakat terkait polemik perangkat desa. DPRD melalui Komisi I telah turun ke beberapa desa untuk mengambil sampel di beberapa kecamatan terkait dugaan pemberhentian perangkat desa yang diduga tak sesuai peraturan perundang -undangan.
DPRD telah melaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum ( RDPU) dan mengeluarkan rekomendasi kepada Bupati bahwa apa yang dilakukan terkait proses pemberhentian perangkat desa bertentangan dengan peraturan perundang – undangan, DPRD menyampaikan persoalan ini kepada Gubernur Sulut melalui BPMD Sulut dan DPRD juga telah menyambangi Kemendagri melalui Direktorat Bina Pemerintahan Desa.
” Sebagai ketua DPRD dan bagian dari unsur Forkopimda saya sudah berkali kali dengan bupati berdebat di meja makan tentang persoalan ini. Dimana mana saya juga mengatakan bahwa proses pemberhentian dan pengangkatan perangkat desa bertentangan dengan peraturan perundang undangan,” tegas Mangole
Peraih suara terbanyak dalam pilcaleg 2019 lalu ini mengatakan DPRD juga memiliki hak interpelasi. Tetapi untuk menggolkan hak interpelasi merupakan proses politik karena interpelasi bisa jalan jika didukung 2/3 dari anggota DPRD.
Dalam regulasi diungkapkan Mangole tak ada yang mengatur adanya tim seleksi perangkat desa yang melibatkan staf khusus dan camat.
Dirinya juga mempersilahkan perangkat desa yang diberhentikan untuk menempuh jalur hukum lewat PTUN dan langkah lainnya.
Haroni Mamentiwalo, Frangki Sirih dan Recko Poae selaku anggota Komisi I juga terpantau juga menyampaikan beberapa hal terkait upaya yang telah dilakukan DPRD dalam menyikapi polemik yang terjadi.