Jakarta – Desakan agar pemerintah dan DPR dapat segera merevisi UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa beserta aturan turunannya terus menguat di kalangan aparatur pemerintah desa. Terdapat sejumlah alasan agar UU 6/2014 dapat dimasukan dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahunan.
Dilansir dari hukumonline.com, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo mengatakan dorongan agar UU 6/2014 dan aturan turunannya dapat segera direvisi menjadi aspirasi dari Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (PAPDESI). Aturan turunan dari UU 6/2014, seperti Peraturan Pemerintah (PP) No.47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa juga perlu direvisi.
Dia menyebut ada sejumlah harapan PAPDESI yang menjadi masukan dalam merevisi UU 6/2014. Seperti perpanjangan masa jabatan kepala desa, syarat domisili calon kepada daerah dan perangkat desa, penggunaan dana desa, persentase besaran penghasilan tetap sekretaris desa dan perangkat desa lainnya.
“Serta berbagai aspirasi lainnya yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, Bumdes, dan perangkat desa lainnya,” ujarnya usai menerima pengurus PAPDESI, di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (11/10/2022).
Bamsoet, begitu biasa disapa, berpandangan pemerintah melalui Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) dapat menjadi leading sector untuk menindaklanjuti aspirasi PAPDESI. Menurutnya, revisi UU 6/2014 mesti didasarkan pada semangat meningkatkan pemerintahan desa. Tujuannya agar kinerja pemerintahan desa dapat berjalan maksimal dalam mensejahterakkan masyarakat desa.
Dengan demikian, perangkat desa bersama masyarakat desa dapat memanfaatkan penggunaan dana desa secara tepat sasaran dan tepat guna. Dia menunjuk dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2023, pemerintah dan DPR mengalokasikan dana Rp70 triliun bagi 74.954 desa di 434 kabupaten/kota. Dana tersebut dengan arah kebijakan penggunaan dana desa.
Seperti peruntukan program pemulihan ekonomi. Antara lain perlindungan sosial dan penanganan kemiskinan ekstrem, bantuan permodalan kepada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Tujuannya, untuk menggerakkan perekonomian desa, dana operasional pemerintahan desa, dukungan program sektor prioritas di desa termasuk penanganan stunting. Kemudian mendukung ketahanan pangan dan hewani termasuk pembangunan lumbung pangan desa, dan pariwisata skala desa sesuai dengan potensi dan karakteristik desa.
Mantan Ketua DPR periode 2014-2019 itu menilai sejak kali pertama disalurkan pada 2015 silam hinga 2022, jumlah dana desa yang tersalurkan ke masyarakat mencapai angka Rp 400,1 triliun. Antara lain digunakan untuk membangun 227.000 Km jalan desa, 4.500 embung, 71.000 unit irigasi, 1,3 juta meter jembatan, 10.300 pasar desa, 57.200 Bumdes, 6.100 tambat perahu, dan 62.500 penahan tanah.
“Pengelolaan dana desa secara tepat sasaran dan tepat guna, misalnya melalui Bumdes, bisa mendorong percepatan Indonesia keluar dari garis kemiskinan ekstrem,” ujar politisi Partai Golkar itu.
Ketua Umum PAPDESI Wargiyati melanjutkan terdapat beberapa poin terkait dengan usulan revisi UU 6/2014. Seperti pengembalian Pasal 33 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf c terkait dengan syarat domisili calon kepala daerah dan perangkat desa. Sementara soal PP 43/2014 dan PP 47/2015, ada beberapa poin yang perlu direvisi.
Pertama, pengaturan penggunaan dana desa dikembalikan sesuai UU 6/2014 yakni berdasarkan hasil muyawarah desa (Musdes) dan Musrenbang Desa tidak diubah dengan peraturan menteri desa (Permendesa) tentang skala dana desa dan peraturan menteri keuangan tentang penggunaan dana desa.
Kedua, agar persentase besaran penghasilan tetap bagi sekretaris desa paling sedikit 70 persen dan penghasilan tetap per bulan. Kemudian perangkan desa selain sekretaris desa paling sedikit 50 persen dari penghasilan tetap kepala desa perbulan dihitung secara bottom-up. Ketiga, menghapus Pasal 81 PP 47/2015. Dia berharap masukan organisasi yang dipimpinnya dapat direspon dan ditindaklanjuti pemerintah dan DPR.
Sekedar diketahui, UU 6/2014 tidak masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2022. Bahkan berdasarkan daftar Prolegnas prioritas tahun 2020 pun UU 6/2014 tak masuk antrian untuk direvisi. Menariknya, kendati pemerintah dan DPR sudah menetapkan daftar Rancangan Undang-Undang (RUU) Prolegnas Prioritas 2023, UU 6/2014 pun tak masuk daftar antrian.