BADAN legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati beberapa poin revisi Undang-Undang (UU) Desa. Dari 19 poin, terdapat dua poin krusial yang santer diperdebatkan, yaitu perubahan periodesasi jabatan kepala desa dan kenaikan dana desa.
Dua poin itu lantas menjadi prahara di balik political will DPR merevisi UU Desa, kendati rencana revisi itu tidak masuk dalam prolegnas prioritas.
Seperti diketahui bersama, Revisi UU Desa menyusul aksi demontrasi yang dilakukan beberapa asosiasi Kepala Desa dan PPDI pada awal tahun 2023 yang lalu.
Kepala Desa mengusung prioritas perpanjangan masa jabatan kepala desa, yang pada akhirnya menjadi pembahasan utama dalam point-point yang akan di bawa dalam agenda selanjutnya dari revisi UU Desa.
Sebaliknya Perjuangan PPDI yang diusung dalam agenda Silaturahmi Nasional (Silatnas) jilid III pada 25 Januari 2023, seakan-akan tidak terdengar dalam rapat-rapat pembahasan di ruang sidang Badan Legislasi kemarin.
Sebagai pengingat, dalam agenda Silatnas PPDI di Januari silam Anggota Komisi II DPR Fraksi Kebangkitan Bangsa (PKB) Mohammad Toha menyampaikan 6 poin hasil diskusinya dengan 20 orang perwakilan PPDI sebagai berikut :
- Pertama, hasil keputusannya masa kerja Perangkat Desa tetap sampai umur 60 tahun., sesuai dengan Undang-undang nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, ditegaskan masa jabatan perangkat desa tidak sama dengan masa jabatan kepala desa.
- Kedua dalam wacana Revisi UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, DPR RI akan memasukan poin-poin usulan aspirasi PPDI atau perangkat desa seluruh Indonesia.
- Ketiga, kesejahteraan aparatur desa dan perangkat desa mulai dari RT, RW, Sekertaris Daerah (Sekdes), Kaur, Kasi, Kadus, LPM/LKMD dan karang taruna hingga pemangku adat.
- Keempat, aparatur dan perangkat desa akan diperjelas statusnya dan terjamin kesejahteraannya.Perangkat desa ditugaskan oleh negara untuk melaksanakan undang-undang mengelola keuangan melaksanakan tata kelola dan pembangunan masyarakat desa maka harus diberi kesejahteraan dan diperjelas statusnya,
- Kelima, pemerintah wajib mendorong mendukung dan membiayai peningkatan kapasitas perangkat desa.
- Keenam, pihaknya akan upayakan terbitnya undang-undang Aparatur Perangkat Desa atau UU APD untuk lebih memperjelas status dan kesejahteraan perangkat desa.
Apa yang harus dilakukan PPDI ? sebagai salah satu organisasi profesi perangkat desa terbesar di tanah air, PPDI sebenarnya memiliki kekuatan massa yang tidak bisa dianggap sebelah mata. Apalagi menjelang pesta demokrasi atau tahun politik yang membuat segala kemungkinan atas perjuangan menjadi terbuka lebar.
Melihat 19 draft yang akan menjadi hasil pembahasan revisi uu desa di Baleg DPR RI beberapa waktu yang lalu belum bisa dikatakan mengakomodir keinginan perangkat desa, seharusnya PPDI segera melakukan langkah-langkah strategis baik secara eksternal maupun internal.
Memang lobi-lobi ke beberapa fraksi telah dilakukan oleh beberapa pengurus pusat PPDI, akan tetapi perlu di ingat juga bahwa kekuatan suatu organisasi berawal dari internal organisasi. Artinya harus segera di lakukan langkah-langkah penguatan kedalam organisasi.
Penulis dalam hal ini cenderung melihat agenda rapat pimpinan nasional (rapimnas) bisa sebagai menjadi kewajiban PPDI untuk melakukan koordinasi ke dalam. Perlu ada sinergi baik itu langkah maupun pemikiran untuk menyusun rencana selanjutnya sebelum masa-masa sidang pembahasan kelanjutan dari revisi UU Desa ini bergulir kembali.
Kenapa rapimnas ini menjadi penting? Karena selain sudah diatur dalam Anggaran Rumah Tangga PPDI, Bab XII tentang Forum Organisasi, rapimnas bisa juga sebagai sarana penguatan organisasi secara internal dan sebagai unjuk kekuatan kepada pemangku kebijakan baik eksekutif maupun legislatif bahwa kesolidan PPDI sangat siap menuju pesta demokrasi 5 tahunan di republic ini.
Melihat “kesuksesan” dari organisasi kepala desa yang berhasil memaksimalkan kekuatan organisasi untuk memuluskan aspirasi sejauh ini, Rapimnas PPDI bisa sebagai sarana organisasi untuk mengikuti jejak mereka.
Hanya saja perlu menjadi catatan yang harus di garis bawahi, rapimnas ini jangan mengambil lokasi di wilayah “pinggiran” seperti yang selama ini menjadi kebiasaan dari PPDI. Kenapa? Karena jika diadakan di kota besar tentu secara publikasi media akan lebih terekspose, apalagi kalo kemudian menggandeng pihak-pihak yang berkompeten, bukan pihak-pihak yang “berseberangan dengan pengambil kebijakan”.
Arief Gunawan
(penulis adalah admin dari puskominfo-ppdi, yang juga perangkat desa dari Wonogiri Jawa Tengah)