SEJAK tahun 2008 Ombudsman RI tiap tahunnya selalu menerima pengaduan masyarakat terkait pemberhentian dan pengangkatan perangkat desa. Berdasarkan data Simpel 3.0 Ombudsman RI per tanggal 4 Maret 2022 bahwa tercatat 51 pengaduan masyarakat terkait pengangkatan perangkat desa, sedangkan 166 pengaduan pemberhentian perangkat desa. Dari jumlah tersebut pengaduan masyarakat yang masuk ke tahap pemeriksaan laporan sebanyak 128 laporan masyarakat.
Nurcholis (2022) dalam tulisan berjudul “207 Tahun Pemilihan Kepala Desa” menjelaskan pemilihan kepala desa langsung yang sudah berlangsung selama 207 tahun masih sama dengan pemilihan kepala desa abad-19 sebagaimana ditulis Tjokro Adi Koesomo. Potretnya rata-rata diwarnai dengan membeli suara, judi, back up pemodal, pelibatan dukun, “perang” tim sukses/pendukung, dan menyuap pejabat. Akan tetapi, pada perkembangan akhir-akhir ini pemilihan kepala desa turut diwarnai adanya politik birokrasi yang dilakukan oleh calon kepala desa sebelum memenangkan pilkades, dan setelah menjadi pemenang pilkades dengan mekanisme pemberian jabatan sebagai perangkat desa kepada kroni maupun keluarganya, yang menjadi tim sukses pemenangan pilkades (Rohman, 2020).
Pernyataan di atas menjelaskan makin menambah persoalan-persoalan yang menyangkut pemilihan kepala desa.Terkait laporan masyarakat di Ombudsman RI, fenomena pengaduan pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa tidak lama berselang kepala desa terpilih menjabat meskipun pada perspektif Ombudsman menilai pada aspek dugaan malaadministrasi terlepas motif dan kepentingannya.
Potensi malaadministrasi pengangkatan perangkat desa
Mekanisme pengangkatan perangkat desa pada dasarnya mesti melalui mekanisme penjaringan dan penyaringan, serta memenuhi syarat sebagai perangkat desa yang pada umumnya merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015. Selain itu, perangkat desa yang terpilih berdasarkan hasil penjaringan dan penyaringan bakal calon kepala desa mesti sekurang-kurangnya 2 orang calon dikonsultasikan oleh kepala desa kepada camat, bukan satu bakal calon saja.
Meskipun pengangkatan perangkat desa sudah melalui proses penjaringan dan penyaringan ternyata masih ada laporan masyarakat, seperti tidak transparan mengumumkan hasil seleksi, menolak lamaran/dokumen persyaratan peserta bakal calon kepala desa, dan proses pengumumnya tidak disebarkan kepada masyarakat secara luas, hanya kepada orang-orang tertentu saja.
Selain itu, perlu digarisbawahi bahwa pengangkatan perangkat desa tidak bisa dilakukan melalui cara penunjukan secara langsung oleh kepala desa. Tentunya, camat juga tidak terlepas dari tanggung jawab untuk memastikan apakah perangkat desa yang diusulkan oleh kepala desa untuk diangkat benar-benar mengikuti proses penjaringan dan penyaringan sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
Potensi malaadministrasi pemberhentian perangkat desa
Peraturan Menteri Nomor 67 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa pada pasal 12 Ayat 1 berbunyi “Perangkat desa yang diangkat sebelumnya ditetapkannya Peraturan Menteri ini tetap melaksanakan tugas sampai habis masa tugasnya berdasarkan surat keputusan pengangkatannya”, selanjutnya Pasal 12 Ayat 2 berbunyi “Perangkat desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diangkat secara periodisasi yang telah habis masa tugasnya dan berusia kurang dari 60 (enam puluh) tahun diangkat sampai degan usia 60 (enam puluh) tahun.
Sebagaimana pada umumnya, sebelum ada peraturan ini masa kerja perangkat desa biasanya sesuai dengan masa periode jabatan kepala desa atau perbarui tugasnya per setahun sekali. Akan tetapi pada Peraturan Menteri Nomor 67 Tahun 2017 secara tegas tidak ada lagi mekanisme pengangkatan perangkat desa secara periodisasi. Meskipun demikian, kepala desa dapat memberhentikan perangkat desa karena tiga alasan berdasarkan Pasal 5 ayat 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015, yaitu meninggal dunia, permintaan sendiri, dan diberhentikan.
Sebagaimana pernyataan di atas bahwa pemberhentian perangkat sangat erat kaitannya setelah kepala desa terpilih menjabat, namun tidak kemungkinan ada hal-hal lain menyebabkan kepala desa memberhentikan perangkat desa. Dalam beberapa hal, pemberhentian perangkat desa dilakukan oleh kepala desa dengan menyodorkan surat kepada perangkat desa agar mau menandatanganinya sebagai dasar kepala desa sewaktu-waktu ingin memberhentikan perangkat desa, biasanya dalam bentuk surat perjanjian, surat pengunduran diri, dan sebagainya.
Lalu mereka mencocokkan tindakan mereka tersebut dengan peraturan yang berlaku bahwa perangkat desa tersebut berhenti atas permintaan sendiri yang dibuktikan melalui surat yang mereka tanda tangani. Menariknya, ditemukan camat tidak memperhatikan lagi kejelasan dokumen/informasi terkait surat yang ditandatangani perangkat desa sehingga menerbitkan rekomendasi pemberhentian perangkat desa.
Tugas Ombudsman
Berdasarkan sudut pandang Ombudsman bahwa permasalahan ini erat kaitannya dengan malaadministrasi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 mengatakan malaadministrasi merupakan perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiel dan/atau imateriel bagi masyarakat dan orang perseorangan.
Dapat dijelaskan dalam pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa tidak hanya melihat pada sisi prosedural saja, tetapi juga mesti merujuk Pasal 10 Ayat 1 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada asas-asas umum pemerintahan yang baik, meliputi kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan kewenangan, keterbukaan, kepentingan umum, dan pelayanan yang baik.
Penyelenggara pemerintah mesti mengutamakan landasan peraturan secara patut dan adil dalam penyelenggaraan pemerintahannya, cermat mengambil suatu keputusan/tindakan yang semestinya didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas, dan tidak melakukan penyalahgunaan wewenang.
Ombudsman RI Perwakilan Kepulauan Bangka Belitung telah menerima berbagai pengaduan terkait pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa, biasanya dikarenakan pengawas internal pada tingkat pemerintah daerah tidak tegas menindaklanjuti laporan masyarakat yang terkait dugaan malaadministrasi pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa.
Untuk itu, Ombudsman RI mendorong agar Inspektorat dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa mengawasi praktik-praktik pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa yang tidak sesuai prosedur dan bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik yang dilakukan kepala desa maupun camat.
Perlu diperhatikan, bahwa Ombudsman RI merupakan lembaga negara bertugas mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib menerima pengaduan masyarakat dan tidak dapat menolak ketika ada masyarakat ingin melaporkan terkait masalah pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa.
tulisan ini telah tayang di ombudsman.go.id dengan judul Menyikapi Potensi Malaadministrasi Pengangkatan Dan Pemberhentian Perangkat Desa