Ketiga, ketidaktahuan akan regulasi. Syarat menjadi kepala desa minimal pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) atau sederajat. Pendidikan tentu mempengaruhi tingkat kepemimpinan seorang kepala desa. Terkadang terjadinya pemberhentian perangkat desa karena ketidaktahuan kepala desa akan adanya aturan tentang larangan pemberhentian perangkat desa. Meskipun hal tersebut alasan tidak masuk akal sebab sebelum melakukan pemberhentian perangkat desa, kepala desa harus berkoordinasi bahkan mendapat rekomendasi dari camat. Tentu Camat sebagai atasan dari struktur pemerintahan pasti memberitahukan rambu-rambu terkait pemberhentian perangkat desa.
Keempat, Mandulnya Rekomendasi Camat. Senjata kepala desa untuk memberhentikan perangkat desa yaitu telah mendapat rekomendasi camat. Sebelum mengeluarkan surat keputusan pemberhentian perangkat desa, maka kepala desa terlebih dahulu meminta rekomendasi camat. Munculnya permasalahan pemberhentian perangkat desa tidak terlepas dari peranan camat. Semestinya, dalam memberikan rekomendasi, camat harus melakukan penelitian terlebih dahulu terhadap permohonan kepala desa. Namun acapkali kepala desa kongkalikong dengan camat, akhirnya surat sakti (rekomendasi) dengan gampang diperoleh kepala desa. Akhirnya banyak perangkat desa yang mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Medan (PTUN) Medan dan dimenangkan karena dasar pemberhentian perangakat desa tidak memenuhi syarat karena melanggar peraturan perundang-undangan.
Laporan Ombudsman RI
Berdasarkan Sistem Informasi Manajemen Penyelesaian Laporan (Simpel) Ombudsman Republik Indonesia bahwa sejak tahun 2016-2023 Ombudsman RI telah menerima laporan/pengaduan masyarakat sebanyak 3.661 laporan terkait dengan substansi pedesaan yang dari jumlah tersebut menempatkan Pedesaan masuk sebagai 10 besar laporan paling banyak dilaporkan oleh masyarakat. Data terbaru laporan masyarakat pada tahun 2020-2023 menunjukkan, dari 947 laporan masyarakat terkait dengan substansi Pedesaan, sebanyak 375 laporan atau 40% dari laporan yang masuk merupakan laporan mengenai permasalahan dalam pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Adapun tren peningkatan laporan masyarakat terkait dengan permasalahan pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa juga terlihat dengan naiknya jumlah laporan yang meningkat setiap tahunnya.
Aturan dibuat bukan untuk dilanggar. Tetapi aturan dibuat sebagai pedoman dan acuan bagi penyelenggara pemerintahan agar sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku. Apa jadinya jika kepala desa bertindak sewenang-wenang dengan melakukan pemberhentian perangkat desa. Ada pengalaman buruk para perangkat desa, ketika perangkat desa berganti maka sebagian atau seluruh perangkatnya berganti. Tentu publik bertanya, apakah pemberhentian ini karena pelanggaran yang dilakukan perangkat desa, apakah ketikdatahuan aturan tentang pemberhentian perangkat desa atau karena balas budi kepada para tim sukses kepala desa?
Pemberhentian perangkat desa itu tidak gampang karena ada tahapan. Sebagaimana di atur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 67 tahun 2017 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 tahun 2015 tentang pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa dalam pasal 5 disebutkan ayat (1) Kepala Desa memberhentikan perangkat Desa setelah berkonsultasi dengan camat, ayat (2) Perangkat Desa berhenti karena a.meninggal dunia, b. permintaan sendiri dan c. diberhentikan, ayat (3) Perangkat Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c karena: a. usia telah genap 60 (enam puluh) tahun, dinyatakan sebagai terpidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, berhalangan tetap, tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai perangkat Desa dan melanggar larangan sebagai perangkat desa.
Halaman sebelumnya Halaman selanjutnya