Antara Persatuan Dan Perkumpulan, Antara Dana Hibah Dan Perjuangan Nasib Perangkat Desa

Jakarta – Gelaran Musyawarah Kerja (Mukernas), Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) dan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PPDI, telah resmi berakhir pada Minggu sore (27/11) kemarin.


Agenda resmi dilingkup internal organisasi profesi perangkat desa terbesar ditanah air ini, merupakan yang pertama kali diadakan pasca Munas PPDI IV di Pasuruan, Jawa Timur awal tahun 2022.


Dalam pembukaan Sabtu (26/11) hadir Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri, Gubernur Sumatera Selatan, dan beberapa tamu undangan dari unsur Forkompimda Propinsi Sumatera Selatan.


Sementara pada saat penutupan, keesokan harinya, Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Prabowo Subianto didampingi Wakil Gubernur Sumatera Selatan Ir. H. Mawardi, berkenan untuk hadir sekaligus memberikan orasi sebagai tanda selesai-nya agenda PPDI.


Acara yang berlangsung di Wisma Atlit Jakabaring SportCity ini sendiri menghasilkan keputusan diantaranya :
1. Penerbitan Kartu Tanda Anggota gratis.
2. Pengurusan legalitas organisasi sampai dengan Kementerian Hukum dan HAM.
3. Agenda Silaturahmi Nasional di Jakarta sebagai bentuk perjuangan pemberhentian perangkat desa dan kejelasan status kepegawaian perangkat desa, di tahun pertama.
4. Distribusi batik gratis ditahun ketiga dan tahun berikutnya sebagai pengejawantahan visi dan misi Ketua Umum.


Dari sekian keputusan yang dihasilkan dalam agenda ini, ada satu hal yang sangat urgent dan fundamental, yaitu perubahan nama organisasi dari Persatuan Perangkat Desa Indonesia menjadi Perkumpulan Perangkat Desa Indonesia.


Perubahan nama ini disepakati menjadi keputusan dalam rapat pimpinan nasional, dengan alasan demi memperlancar pengurusan legalitas organisasi di Kementerian Hukum dan HAM.


Menjadi tanda tanya besar apabila perubahan nama ini dilakukan dalam agenda “sekelas” Mukernas, Rapimnas ataupun Rakernas.
Jika membaca aturan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPDI yang notabene sebagai “kitab suci” organisasi, aturan untuk perubahan ini sudah terpampang jelas pada Bab XVIII Perubahan Anggaran Dasar, pasal 28 ;
(1) Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga adalah kewenangan Munas
(2) Munas yang dimaksud ayat (1) pasal 28 ini, sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya setengah lebih satu dari jumlah daerah kabupaten yang ada kepengurusannya
(3) Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) jumlah yang hadir.

Suara pro dan kontra pun bermunculan di beberbagai lini massa grup-grup media sosial yang berisikan perangkat desa anggota PPDI. Dan ini hal yang wajar dalam alam demokrasi di Republik ini.


Perubahan nama dari Persatuan menjadi Perkumpulan tentu akan merubah isi AD dan ART PPDI itu sendiri, yang menjadi pertanyaan, apakah sudah ada perubahan dari AD ART PPDI tersebut, sehingga menjadi dasar perubahan nama organisasi?.


Terlepas dari alasan yang digunakan dalam keputusan perubahan nama ini tentu sangat mengejutkan bagi akar rumput organisasi.


Bagaimana tidak, setelah sekian lama harapan baru muncul seiring semangat “Perubahan” yang didengungkan dalam Munas di Pasuruan, jelas-jelas anggota PPDI utamanya yang sedang mengalami permasalahan seputar profesi perangkat desa, seperti pemberhentian non prosedural, Siltap yang belum sesuai aturan dan lain-lain, tentu berharap ada aksi nyata dalam kepimpinan yang baru ini.


Bisa dibayangkan betapa “kecewanya” rekan-rekan perangkat desa yang sedang mengalami permasalahan tersebut mendapati bahwa hasil Mukernas, Rapimnas ataupun Rakernas tidak memberi penekanan bagaimana arah organisasi dalam memperjuangkan nasib mereka secara jelas.


Meski dalam salah satu keputusan agenda tersebut akan diadakan Silaturahmi Nasional, tentu hal ini masih bersifat umum, belum memberi gambaran jelas bagaimana arah PPDI kedepannya.


Terlalu mahal dan banyak yang dikorbankan jika pertentangan ini pada akhirnya akan menimbulkan perpecahan di tubuh PPDI, mengingat potensi keretakan tersebut akan muncul jika tidak segera diantisipasi.


Bagi penulis lebih urgent perjuangan demi nasib perangkat desa daripada berjuang untuk “dana hibah” untuk operasional organisasi, mengingat dalam sejarah perjuangan PPDI baik di UU Desa, Permendagri 67 tahun 2017 dan PP NO 11 Tahun 2019, pergerakan pun tanpa ada dana hibah.


Patut di tunggu dalam beberapa waktu kedepan, bagaimana PP PPDI dapat menerjemahkan keinginan dari anggota terkait nasib perangkat desa, bukan sekedar “pelaksanaan pengejawantahan visi dan misi” Ketua Umum ketika terlibat konstelasi pemilihan di Munas.

Tulisan ini merupakan opini dari redaksi…. Salam Perangkat Desa Sejahtera, PPDI Jaya!

About admin

Check Also

Pasal 26 Revisi UU Desa, Mampukah Memberikan Rasa Aman Perangkat Desa Dari Pemecatan Tanpa Prosedural ?

Dalam aturan terbaru di revisi UU No 06 Tahun 2014 Tentang Desa, yang telah di …

One comment

  1. Salam dari desa, saya hanya menyoroti status ke pegawai an Perangkat desa. Hal ini yg selalu tidak ada ujungnya dari seluruh permasalahan perangkat desa. Saya hanya punya satu pemikiran berawal dari status yg tidak jelas, lemahnya hukum yg mengawal status perangkat desa , dan sanksi bagi yg melanggar di dalam pemberitaan non produsural . Kuncinya hanya satu. Ubah status perangkat desa menjadi pegawai desa. Dalam tanda kutip ANGKAT SELURUH PERANGKAT DESA MENJADI PNS. Niscaya permasalahan di status akan selesai. Munas yg hanya menghasilkan sesuatu yg tidak jelas apalagi tidak bermanfaat bearti Munas itu hanya sebatas silahturahmi saja. MUNAS GAGAL …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *