Sepakat Dengan DPD RI Dalam Revisi UU Desa, PPDI Usulkan Regulasi Terpisah Untuk Perkuat Profesi Perangkat Desa

Magelang – Mensikapi wacana evaluasi dalam merevisi UU No 6 Tahun 2014 Tentang Desa yang bergulir paska Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang diselenggarakan DPD RI pada Senin (24/05/2021) kemarin, PPDI memberikan dukungan. Melalui Sekjen PPDI, Sarjoko, S.H, sebagai organisasi profesi perangkat desa terbesar di tanah air, PPDI turut memberikan pandangan terkait evaluasi pelaksanaan UU Desa selama ini.

Mas Joko, sapaan akrabnya menyampaikan dukungan terhadap pernyataan Ketua Komite I DPD RI, Fachrul Razi seusai Rapat Dengar Pendapat (RDP), dimana Senator asal Aceh ini berpendapat bahwa UU Desa tidak memberikan kewenangan sepenuhnya kepada desa dalam pembangunan secara lokal-partisipatif. Ini telah menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara desa dan kabupaten/kota sebagai badan hukum yang berbeda.

“Pembangunan desa sebagai wujud pelaksanaan kewenangan desa saat ini banyak diatur Pemerintah Pusat, sehingga tidak lagi tercermin adanya otonomi asal usul dan otonomi skala lokal desa,” tegas mantan aktifis ini.

Mas Joko menambahkan bahwa dalam pelaksanaan UU No 6/2014 ini menjadikan Desa semakin tidak berdaya, desa tidak bisa menentukan arah kebijakannya sendiri berdasar musyawarah untuk mufakat di Pemerintahan Desa itu sndiri

” Hal ini terjadi karena adanya rumusan tertentu oleh Kementerian Desa dimana adanya skala prioritas penggunaan dana desa, sementara tidak semua prioritas tersebut dibutuhkan oleh desa itu sendiri,” lanjutnya.


Sekarang ini desa itu menjadi kembali menjadi obyek, atau tumpuan pekerjaan yang dilaksanakan bukan berdasar pada musyawarah desa. Sebagai contoh dengan adanya program SDGS Desa, program ini tidak ada RPJMDes atau RKPDes, sementara wajib hukumnya bagi Pemerintah Desa untuk melaksanakannya.

Sementara itu, PPDI tetap konsisten dalam perjuangan tentang penguatan profesi perangkat desa. Hal ini ditunjukkan dengan usulan terkait revisi UU Tentang Desa, dimana PPDI menyoroti masih saja banyak terjadi proses pemberhentian dan pengangkatan perangkat desa yang tidak sesuai prosedur yang berlaku.

” Ketika hal ini dibawa ke ranah PTUN dan telah menghasilkan keputusan yang sudah inkrah pun, masih saja banyak perangkat desa yang dalam posisi yang lemah,” tambah Mas Joko. ” Bahkan surat teguran dari Menteri Dalam Negeri pun diabaikan oleh Kepala Desa”

Untuk itu perlu dirasa adanya regulasi tersendiri berbentuk Undang-undang yang terpisah dari UU Desa terkait dengan kejelasan status dalam kepegawaian dari perangkat desa itu sendiri.

” Dan PPDI juga berharap dalam undang-undang itu nanti mengatur juga tentang mekanisme pemilihan Kepala Desa,” lanjutnya.

Yang menjadi sorotan PPDI bahwa dalam mekanisme pemilihan Kepala Desa itu nanti , penting adanya seleksi terlebih dahulu sebelum dilakukan pemilihan secara langsung di tingkat Desa.

” Hal ini perlu kami usulkan mengingat bahwa seorang Kepala Desa ibaratnya menjadi seorang CEO, Direktur, dan Manager dari satu perusahaan yang bernama Pemerintah Desa, jadi penting rasanya ada satu seleksi khusus agar Kepala Desa terpilih nantinya paham akan tugas pokok dan fungsinya sebagai seorang pemimpin di desa,” kata Mas Joko.

Sarjoko, S.H, yang juga seorang perangkat desa di Kabupaten Magelang ini juga menyampaikan bahwa perlunya regulasi yang mengatur jabatan Pemangku Jabatan (PJ) Kepala Desa, karena selama ini yang ditunjuk berasal dari ASN yang belum tentu warga asli dari desa tersebut.

” Kami mengusulkan agar PJ Kades nantinya dapat diemban dari tokoh masyarakat, Sekretaris Desa, ataupun warga masyarakat yang dirasa mampu dan tentunya dengan kewenangan yang diberikan dalam menjalankan tupoksi sebagai Pemangku Jabatan Kepala Desa,” pungkasnya.

About admin

Check Also

Tingkatkan Akuntabilitas Keuangan Desa, Pemkab Garut Adakan Workshop

GARUT – Penjabat (Pj) Bupati Garut, Barnas Adjidin, menghadiri Workshop Evaluasi Pengelolaan Keuangan dan Pembangunan …

3 comments

  1. Status perlu secepatnya di pertegas, kemudian dg begitu banyak nya program yg masuk ke desa sehingga sering membuat kita tidak mampu mengikuti, dari seluruh kementrian hampir seluruhnya program ada tertumpu di desa. Sehingga menghilangkan otonomi desa. Alangkah lebih baiknya aturan jangan selalu mengikat. Jujur dg adanya dana desa masyarakat tak mau lagi gotong royong, kecurigaan tinggi dg dana desa yg diolah oleh pemerintah an desa, resiko perangkat desa terjebak dg hukum tinggi, semua yg ikut terlibat didalam dana desa mau mencicipi nya. Hal 2 seperti ini yg perlu di sikapi dengan baik. Sehingga dana desa tidak menjadikan kerukunan didesa mulai terkikis. Apa guna pembangunan kalau moral mulai habis n kesenjangan sosial meningkat. Salam desa

  2. hilangkan saja anggaran desa.biar masarakat mau gotongroyonglagi.dan wajar kalau masarakat selalu menduga degan adanya salah guna anggaran.kenapa karna setiap pembangunan atau yang lainnya tidak pernah dibuka di masarakat secara transparan dan terinci.kebanyakan.?kayak uang pribadi atau kelompok.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *